Psikologi & Bahasa

Psikologi & BahasaApa yang membuat saya menyukai ilmu psikologi salah satunya adalah karena sebenarnya ia sama sekali tak bisa dipisahkan dari ilmu bahasa.



Itu membuat saya merasa akrab dengan ilmu ini. Belajar bahasa mengasah kemampuan berpikir saya, yang pada akhirnya akan menunjang kemampuan kognitif saya dalam mempelajari psikologi. Selanjutnya, belajar psikologi memperkaya bahasa saya. Keduanya menjadi timbal-balik.

Hal itu terbukti saat salah satu dosen di kampus berbicara mengenai terminologi dan sedikit menyingung tentang ‘kelirumologi’ yang banyak diderita masyarakat kita belakangan ini. Kesalahan penggunaan kata, bahasa yang disingkat-singat, dan ketidaktahuan kita pada definisi sebuah kata.

Ketika beliau bercerita tentang hal itu, saya langsung membayangkan kedua guru menulis saya, AS. Laksana, dan Yusi Avianto Pareanom. Pernah, pada saat ngopi-ngopi, Mas Yusi bertanya pada saya definisi dari evakuasi, nuansa, dan emosi. Dan saya memaknakan ketiganya secara keliru. :)

Sesampainya di rumah,
saya membuka kamus bahasa dan manggut-manggut....ternyata oh ternyata...betapa seringnya kita meremehkan pelajaran bahasa dan berpikir kalau kita ini sudah mahir.

Dalam ilmu psikologi, dikenal kata ‘emosi’ yang oleh kebanyakan orang awam diartikan sebagai ‘marah’. “Kamu lagi emosi, ya” = “Kamu lagi marah, ya.” Padahal, sesungguhnya emosi tidak sama dengan marah, karena senang pun bisa menjadi bagian dari emosi.

Nah, dosen saya berkata, salah satu tugas sederhana Psikolog atau orang yang belajar ilmu psikologi adalah membantu masyarakat untuk menggunakan kata yang tepat dalam kesehariannya. Tapi, belakangan ini saya merasa tugas itu nggak bisa dianggap sederhana :)

1 comment:

Powered by Blogger.