Belajar Calistung : Latihan Membaca Untuk Anak Usia 5-6 Tahun

Belajar Calistung : Latihan Membaca Untuk Anak Usia 5-6 Tahun
Buku Latihan Harian

Tulisan ini sambungan dari sini ya. Kalau waktu itu sempat membahas tentang bagaimana melatih anak-anak usia 3-5 tahun untuk menulis, kali ini saya akan berbagi tentang bagaimana melatih anak usia 5-6 tahun untuk belajar membaca. 

Peer bacaan tiap malam sebelum tidur. Sapta Siaga, Enid Blyton.
Permainan menyusun suku kata



Sebenarnya, goal yang saya inginkan dari menguasai keterampilan membaca untuk Ezra adalah bagaimana agar dia nantinya bisa menyukai buku dan menikmati kegiatan membaca dan kelak juga bisa mengulas buku anak. Di era gadget yang serba canggih ini, goal tersebut jadi peer banget. 

Terkadang buku-buku bacaan anak, mau sewarna-warni apa pun masih sering kalah sama mainan yang ada di gadget dan acara-acara anak di televisi. Memang sih, semua tergantung bimbingan orang tuanya, dari awal seperti apa menerapkan kebijakan dalam hal bermain gadget dan nonton televisi. 

Menurut saya, proses dari bisa membaca, kemudian menikmati sebuah bacaan itu membutuhkan waktu yang cukup panjang. Apalagi untuk anak-anak usia 5-6 tahun. Untuk itu, harus ada yang bisa menularkan semangat dan kesenangan tersebut, terutama di dalam lingkungan keluarga. 

Saat usianya lima tahun, Ezra sudah bisa membaca kata-kata dengan suku kata yang sederhana, misalnya ‘bubu’, ‘sapi’, dan sebagainya. Dia juga sudah mahir menuliskan namanya. Untuk tulisan yang panjang-panjang masih butuh bimbingan, terutama kalau dalam kata tersebut ada ‘ng’ atau ‘ny’. Kadang dia juga coba-coba membaca kata dalam Bahasa Inggris, dan sering kali jadi bingung karena pelafalannya beda dengan Bahasa Indonesia. 


Saya memang sengaja tidak mengajarkan Ezra Bahasa Inggris secara intensif di usianya sekarang (6y2m). Paling-paling hanya mengajarkan kosa kata sederhana seperti nama-nama bagian tubuh, benda-benda di rumah, sayur-buah, dsb. Atau perintah-perintah sederhana dalam bahasa Inggris. Pinginnya, dia mahir berbahasa Indonesia dulu. Baru deh, nanti di usia 7 tahun mulai mengenalkan bahasa asing lainnya dengan lebih intensif. 

Meskipun saya sudah bisa memberi nilai 7 untuk keterampilannya dalam membaca, tapi saya masih nggak yakin kalau nanti dia bakal telaten membaca buku. Dan sebentar lagi kan Ezra masuk SD. Beberapa materi pastinya nanti akan disampaikan lewat text book. Jadi, menumbuhkan minat baca ini peer banget buat saya. 

Dulu, di usia 4,5 tahun saya sudah mahir membaca. Buku bacaan yang diberikan ibu saya juga lumayan banyak. Hampir setiap hari saya baca buku karena hiburannya ya, cuma itu. Nonton televisi cuma hari minggu, Unyil dkk. Nonton yang lumayan sering itu baru pas RCTI mulai mengudara (ketahuan deh, jadulnya) 

Sekarang, zamannya Ezra saingannya aktivitas baca buku itu banyak banget. Ya, TV kabel sampai aneka bentuk stimulasi visual yang ada di gadget

So, apa yang saya lakukan kalau begitu...
  1. Untuk latihan membaca, setiap hari Senin-Jumat (Sabtu-Minggunya libur biar nggak jenuh) saya mendampingi Ezra untuk latihan membaca minimal lima sampai sepuluh kata yang berbeda. Dari mulai kata dengan suku kata sederhana seperti: ‘muka’ sampai ‘ketemu’ atau yang lebih panjang lagi misalnya ‘petunjuk’, dsb. Intinya, dari yang paling mudah ke yang paling susah dieja. Sebagai alat bantu, saya membeli beberapa buku latihan membaca yang dijual di toko buku. Bisa buku apa saja, pokoknya untuk latihan baca, deh. Usahakan yang tulisannya besar-besar dan tidak terlalu rapat,ya. 
  2. Kalau pas rajin saya juga sengaja ngeprint penggalan-penggalan suku kata dan minta Ezra untuk menyusunnya. Atau bikin penggalan kata-kata yang kemudian saya susun menjadi sebuah kalimat. Misalnya : ‘Ibu Pergi Ke Pasar Beli Sayur’. Lalu saya minta Ezra untuk membaca dan menyalin tulisan tersebut. Dengan menyalin, otomatis ia akan berlatih menuangkan apa yang sudah dibaca ke dalam tulisan dan sebaliknya. Ini penting. Jangan sampai anak hanya sekadar menyalin, tetapi tidak tahu makna tulisan tersebut. Di sini kita bisa melihat apakah dia sudah memahami tujuan dari menulis dan membaca. Orangtua harus bisa memberikan pengertian bahwa tulisan dan bacaan adalah cara manusia menyampaikan pesan dan agar dirinya dapat dipahami. Dengan mengetahui makna dari apa yang dikerjakannya, si anak akan merasa memiliki tujuan. Jadi menulis tidak menjadi suatu hal yang mekanis dan membosankan baginya.
  3. Selingi aktivitas latihan membaca tersebut dengan permainan. Misalnya menyusun huruf, main tebak kata, dan sebagainya. Selingan ini dilakukan agar selain terstimulasi secara visual, ia juga terstimulasi secara kinestesi maupun audio. Membaca pada dasarnya merupakan aktivitas visual. Untuk anak-anak tertentu yang cara belajarnya kinestesi, kegiatan tersebut dapat membuatnya mudah bosan. Jadi, dengan adanya permainan, ia bisa merasa lebih antusias.
  4. Pilihkan bacaan sesuai dengan gender dan kegemaran anak. Kalau anak laki-laki, kita bisa berikan buku dengan tema-tema yang boyish, seperti petualangan, memecahkan teka-teki, transportasi, otomotif, permainan, olahraga, dsb. 
  5. Nah, kalau anak sudah mulai memahami makna kata atau sebuah tulisan, dan dia sudah mulai paham bahwa kata-kata itu penting dalam keseharian dan untuk menyampaikan pesan atau maksud seseorang, kita mulai bisa semacam memberinya 'doktrin'. Cara saya biasanya seperti ini :  
  • “Sayang, kalau kamu sudah bisa baca seru lhooo. Nanti kalau pas nonton film, kamu bisa tahu arti tulisan yang ada di bawahnya. Kalau bisa baca kan jadi bisa tahu ceritanya gimana.” 
  • Kalau sedang di jalan, saya suka iseng nanya sama Ezra. “Eh, itu tulisannya apa, ya? Coba deh, Kaka baca. Enak kan kalau sudah bisa baca, Kaka jadi tau nama tempat-tempat. Kalau mau pergi-pergi ke luar kota atau ke luar negeri, Kaka bacanya juga harus lancar. Kalau nggak nanti bisa tersesat.” 
  • Cara lain yang menurut saya cukup ampuh adalah dengan membacakannya cerita. Biasanya saat sedang dibacakan cerita, dia suka nanya: “gambarnya mana?” terus kalau kebetulan bukunya nggak ada gambarnya, saya akan bilang begini : “Kalau udah bisa baca sendiri, Kaka nggak perlu lihat gambar pasti udah bisa ngebayangin ceritanya. Di dalam buku yang isinya cuma tulisan-tulisan ini, Kaka bisa lihat dan tahu banyak gambar dan cerita-cerita seru.” 
  • Atau pas lagi mainan gadget. “Ini bacanya ‘Free’ kan, Bu. Artinya gratis kan?” Saya mengangguk-angguk. “Iya, sayang. Bener banget. Kaka bacanya makin pinter, deh. Coba kalau nulis ‘Gratis’ gimana?” atau “Eh, kalau mau lancar pakai laptop juga harus lancar bacanya, nanti nggak tahu Kaka pencet tulisan apa, artinya apa, error, deh.” 
  • Selain memberikan doktrin-doktrin di atas, untuk mengugah minat bacanya, saya juga memakai kegiatan menggambar sebagai sarana. Misalkan dengan meminta dia menggambar dan menamai gambarnya itu. Latihan ini membantu anak untuk mengaitkan gambar mentalnya tentang suatu benda, misalnya saja ‘Kereta’ dengan simbol benda tersebut, yaitu tulisannya. Anak juga menjadi lebih pede dengan cara ini karena ia bisa ‘melakukan sesuatu’ yang dapat dilihat, dipahami, dan mempunyai makna. 
  • Mungkin itu beberapa cara yang bisa saya bagi. Sisanya, selain lead by example, harus banyak-banyak sabar dan kreatif. Selalu berikan rewards positif atas semua yang sudah dilakukannya plus jangan dibanding-bandingkan dengan temannya, ya.

No comments

Powered by Blogger.