Hutan Kota, Paru-Paru Kota.

Kadang, suka nggak habis pikir sama segelintir orang yang merasa pohon-pohon itu gangguan buat kenyamanan sebuah kota. Takut pohonnya tumbang menimpa pengendara mobil atau sepeda motor, takut ranting-rantingnya mengganggu jaringan listrik, takut akarnya menjebol beton atau jalanan beraspal. Dan karena ketakutan-ketakutan itu, manusia sering kali menumbalkan pohon dengan memenggalnya.


Padahal pohon-pohon itu kebanyakan lebih dulu merajai pinggiran jalan ketimbang para pengemudi dan pengguna jalan. Dulu, Angsana, Flamboyan, Asam Arang, Beringin, Trembesi adalah para penghuni semesta. Kita: para pendatang; rumah-rumah, gedung bertingkat, jalan layang, mobil-mobil, dan motor-motor datang untuk menggeser keberadaa mereka.

Dari hari ke hari, jumlah pendatang yang beranak pinak seolah tak punya lagi ruang berteduh sehingga memilih mengorbankan sudut-sudut hijau yang jumlahnya tidak seberapa. Contohnya, Hutan Kota Babakan Siliwangi yang areanya tidak terlalu luas itu masih saja diusik. Seolah paru-paru yang tinggal sebelah masih harus diamputasi demi kenyamanan sebagian orang.

Omong-omong soal kenyamanan; apa orang sekarang lebih nyaman dengan udara sejuk artifisial ketimbang yang asli, ya? Lebih suka berteduh di mal ketimbang taman atau hutan kota? Hmmm, entahlah. Tapi kalau jumlah mal lebih banyak ketimbang ruang hijau publik, bisa jadi sebagian dai kita memang mula lebih nyaman dengan segala sesuatu yang artifisial.
Minggu pagi di Hutan Baksil
Minggu pagi di Hutan Baksil
Penampakan Terkini Hutan Kota Baksil

No comments

Powered by Blogger.