Tiga Aktivitas Wisata Salatiga Yang Tidak Boleh Dilewatkan : Camping di Agrowisata d'Emmerick Hotel, Menguji Adrenalin Di Adventure Park d'Emmerick, & Jeep Tour Berburu Sunrise Telomoyo

Satu minggu yang lalu saya berkunjung ke sebuah kota yang berada di lereng timur Gunung Merbabu. Jaraknya hanya sekitar 49 km ke arah selatan Kota Semarang, menawarkan udara pegunungan yang sejuk, dan selalu menjadi guyonan bahwa kota ini tidak akan pernah mendapat nilai yang sempurna karena selalu 'sala(h)tiga'.

Meskipun begitu, pada masa penjajahan Belanda, kota ini sempat mendapat julukan De Schoonste Stad van Midden-Java atau 'Kota Terindah di Jawa Tengah'.

Julukan itu tentu saja bukan tanpa sebab. Tuhan menganugerahi Salatiga dengan anatomi geografi yang indah; pemandangan Gunung Merbabu, Gunung Merapi, Gunung Ungaran, Gunung Telomoyo, dan Rawa Pening menyatu dalam satu lanskap yang bisa dilihat secara menyeluruh karena kota ini terletak di ketinggian 750-850 mdpl. Belum lagi jika menelusuri kekhasan bangunan arsitektural peninggalan masa kolonial yang bergaya Indis. 

Meskipun tidak sempat berjalan-jalan secara langsung di kotanya, namun saya bisa sedikit mendapatkan gambaran tentang bangunan peninggalan masa kolonial di D'Emmerick Corner yang ada di area lobby Hotel D'Emmerick, Salatiga. 

Hal pertama yang paling menarik perhatian ketika sampai di area hotel ini adalah sebuah bundaran taman yang ditumbuhi aneka bunga berwarna cerah yang mengelilingi bangunan berbentuk kincir angin.

Di sekeliling bangunan hotel, pohon cemara tumbuh menjulang, sedikit menghalangi pemandangan ke arah lereng Gunung Merbabu yang siang itu menampakkan bagian puncaknya karena langit yang relatif cerah. 

Matahari yang tidak terlalu terik, hembusan angin yang memutar kincir angin_landmark hotel yang sebelumnya dikenal dengan sebutan Agrowisata Salib Putih_menyambut kedatangan blogger dkk siang itu.

Rombongan tersebut datang dari berbagai penjuru kota di Jawa Tengah dan Jawa Barat untuk memenuhi undangan dari d'Emmerick Hotel Salatiga dalam acara Blogger Camp yang berlangsung selama dua hari, Kamis hingga Jumat, 15-16 Maret 2018.

Acara tersebut dihadiri sekitar 30 orang yang terdiri dari Blogger, Vlogger, Youtuber, dan Fotografer dari berbagai kota. Sebagian besar peserta berasal dari Kota Semarang dan sekitarnya seperti Salatiga, Kendal, Pemalang, dan Pekalongan. Kemudian ada juga yang datang dari Boyolali, Solo, dan Jogja. Sementara yang terjauh datang dari Jakarta dan Sukabumi.

Tonton Video Youtube-nya di sini :



Sejarah Hotel d'Emmerick.

Sambil menunggu di area lobby d'Emmerick yang lapang dan memiliki langit-langit yang tinggi sehingga dapat menangkap angin yang cukup sejuk, para peserta duduk-duduk, mengobrol dan saling bertukar sapa. Sebagian peserta memang sudah ada yang saling mengenal sebelumnya, sebagian lagi justru berusaha menyegarkan ingatan karena mungkin hanya ingat wajah tapi lupa nama atau sebaliknya. Di salah satu sudut lobby, terparkir sepeda tua di dekat sebuah ruang tamu yang mengadopsi perpaduan gaya kolonial dan Jawa. Sebuah patung yang bertuliskan Abraham Theodorus J. Van Emmerick menggelitik bagian memori saya yang berkategori 'Sejarah'. Rasa ingin tahu terhadap sejarah berdirinya tempat ini mulai muncul sehingga iseng-iseng saya mengontak salah satu teman via whatsapp, "Kamu tahu sejarah berdirinya Kawasan Salib Putih yang sekarang jadi hotel dÉmmerick," tulis saya. Namun, rasa ingin tahu tersebut tidak lantas terpuaskan karena teman saya tidak langsung menjawab pesan saya. 



Area terbuka hijau yang lapang di bagian belakang lobby rupanya mengundang perhatian para peserta yang sudah kehabisan obrolan saat bertukar sapa. Beberapa berpindah tempat ke area tersebut, menikmati pemandangan dari ketinggian; lereng gunung, rawa pening, dan renik-renik kota dari kejauhan. Apalagi yang bakal dilakukan para blogger kalau bukan mencari 'konten'--bahasa halus untuk selfie-selfie bagi warganet. 

Beberapa yang jeli langsung menghalau rasa haus dengan 'minuman selamat datang' di sudut yang dekat dengan area resepsionis. "Segar nih,' ujar Mas Adiq Metuomah yang rupanya cepat tanggap dengan kondisi kehausannya. Terinspirasi olehnya, saya pun langsung duduk dan mengambil segelas minuman dingin berwarna putih yang aromanya seperti leci, hmmm...segar.

Sambil menikmati dinginnya minuman yang menyegarkan kerongkongan, saya melihat sebuah pesan masuk. Teman saya mengirimi satu file PDF berisi tulisan tentang kawasan cagar budaya di Salatiga.  Saya pun menikmati minuman sambil membacanya.

Kawasan Salib Putih awalnya ditempati oleh rombongan pengungsi dari sekitar Gunung Kelud yang meletus tahun 1901. Dampak dari letusan itu membuat pengungsi sengsara secara sosial dan ekonomi bahkan terkena epidemi penyakit colera. Melihat itu, komite sosial yang dikepalai penginjil dari Gereja Bala Keselamatan, yang adalah Tuan Emmerick beserta Istrinya Alice Ceverly mengajak rombongan untuk hijrah ke Semarang. Namun sebelum ke Semarang, sekitar 200an orang singgah di alun-alun Salatiga untuk mendapatkan perawatan. Demi alasan kemanusiaan, rombongan tersebut ditampung di kawasan Salib Putih. Di sana kemudian dibangun barak-barak untuk tempat tinggal dan perawatan. Selain mendapatkan perawatan, para pengungsi juga dilatih untuk bertani, berternak, menanam kopi, vanili, dan kelengkeng. Hingga akhirnya setelah mereka sembuh diberi kesempatan untuk bertransmigrasi ke Sumatera dan Sulawesi. Sedangkan yang ingin tetap tinggal diberikan tanah garapan di daerah tersebut.

Hmmm, ternyata sejarah tersebut cukup menjawab rasa ingin tahu saya mengenai bentuk bangunan hotelnya yang mencirikan bangunan cagar budaya. 

Tidak lama kemudian, Mas Sigit Biantoro selaku Marcomm Manager d'Emmerick hotel menyambut kedatangan kami di area lobby, dan meminta kami untuk menunggu beberapa saat lagi sebelum seluruh peserta dikumpulkan di area kafe yang tidak jauh dari sebuah kolam renang bergaya infinity, Cleverly Eatery.

Cleverly Eatery.

Cleverly Eatery, sebuah kafe berkonsep semi outdoor, rupanya menjadi sebuah tempat yang sudah dinanti-nanti oleh rekan Blogger dari Jakarta, Salman Faris. Dia berujar, "Nih, ada promo 'Makan Sepuasnya Bayar Semaunya' yuuk, katanya dengan mata berbinar sambil menunjukkan konten foto di akun instagram @cleverly_eatery. 

Nggak lama kemudian, kami memang segara disambut oleh kelezatan aneka ragam menu masakan yang disajikan di kafe tersebut.

Sembari acara dibuka oleh MC kondang Ira Sulistiana, hahaha, para peserta dipersilakan untuk menikmati santap siang terlebih dahulu. Tentunya sambil menyimak sambutan dari General Manager d'Emmerick Hotel, Grace Primadonna yang siang itu tampak segar dan sumringah menyambut kedatangan kami. Dilanjutkan dengan sambutan santai dari Mas Sigit yang siang itu memilih tampilan santai dengan mengenakan kaos merah berkacamata hitam.

pic by : @wahidunited

Kalau diandaikan bertamu ke rumah seseorang yang akrab, pastinya kita akan diajak untuk mencicipi masakan yang khas dari dapurnya, begitu pun dengan 'bertamu' ke d'Emmerick ini. Nggak tanggung-tanggung, chef Cleverly Eatery langsung menyajikan deretan menu spesial khas kafe tersebut. Dari mulai yang namanya Mat Duloh sampai yang paling berbekas di lidah dan baju saya, yaitu Gecok Cabut Gunung.

pic by : @wahidunited

Tapi temen-temen Blogger mah gitu, disajikan makanan bukannya segera memainkan sendok-garpunya tapi malah memainkan kamera-kameranya.

"Sabar tunggu giliran," ujar Om Sarburiyono fotografer senior yang hari itu membawa rekan satu daerahnya di Pekalongan, Teguh Omah Alit. Bukan sabar buat cepat-cepat mencicipi makanannya, tapi sabar dapet sudut memotret yang pas.

"Sabar kok, Om," jawab saya yang karena saking sabarnya menunggu justru nggak kebagian motret apalagi mencicipi Poffertjes ala Cleverly Eatery. Cuma bisa menatap nanar piring hitam bertabur gula salju, yang bulatan terakhir Poffertjes-nya disambar sama Jurnalis-Penggiat Wisata-Blogger @wahidunited. 

Ya udah, nggak kebagian mencicipi Poffertjes, saya malah ketiban satu mangkok lagi Gecok Cabut Gunung milik @nicokrisnanda, Blogger dan master SEO dari Semarang.

"Nih, Bun. Aku mau makan tomat aja..." tumben nih anak, batin saya. Jadi, karena dikasih rezeki mencicipi dua mangkok Gecok Cabut Gunung, rasanya nggak afdol kalau saya nggak mengulas masakan khas hotel ini.

pic : doc pribadi

pic : doc pribadi

Makanan berempah yang punya cita rasa hangat memang paling pas disandingkan dengan udara pegunungan yang sejuk. Konsep inilah yang coba dituangkan dalam semangkuk Gecok yang kental dan berbumbu. Kalau membayangkan rasanya, bakal ada perpaduan rasa gulai, namun lebih kental, legit, dan berempah. Isiannya berupa Iga Sapi yang dagingnya lumayan empuk. Yah, ada sensasi-sensasi melawannya sedikit, tapi itu yang bikin seru untuk dinikmati kan.

pic by : @wahidunited

Sambil menikmati hidangan dan foto-foto, sesi dilanjutkan dengan perkenalan. Niatnya biar sesama peserta semakin akrab dan memahami bidang pekerjaannya masing-masing.

Nggak lama kemudian, tiba-tiba saja ada seseorang yang ngintili Mas Dhave, Travel Blogger dan Dosen Biologi asal Salatiga. Yang mengikuti itu begitu gesit mengarahkan kamera Pentax kuning ngejrengnya ke arah kami. Rupanya, itu adalah Erfix Bahtiar, Youtuber asal Salatiga yang sama-sama datang nelat siang itu. Keduanya langsung bergabung makan-makan. Eh, nggak dua-duanya ding. Mas Dhave makan, sementara Erfix langsung memvideokan kegiatan kami. 

Melihat kegesitannya, saya curiga dia bakal serius memvideokan kegiatan kami selama dua hari. Jadi, demi kelancaran acara dan ketepatan runutnya kegiatan, selesai makan para peserta pun diajak ke area Camping Ground agar bisa segera memilih rekan sekamar sekaligus meletakkan barang-barang bawaannya.

Acara akan dilanjutkan dengan Adventure Game yang terdiri dari Highrope Adventure, Archery Target, dan Archery Battle. Untuk itu, seenggaknya para peserta bisa bersiap-siap dulu. 

Sebelum melanjutkan cerita yang bakal panjang, saya akan memecah cerita ini jadi dua bagian deh.

Bagian pertama adalah tentang dua aktivitas wisata di Salatiga yang tidak boleh dilewatkan, yaitu menjajal Camping Ground di area Agrowisata d'Emmerick Hotel, dan melakukan uji adrenalin dan ketangkasan dengan wahana High Rope dan Archery.

Bagian kedua, akan saya sambung di edisi berikutnya, yaitu saat melakukan Jeep Tour Berburu Sunrise di Puncak Gunung Telomoyo. 

Kemah Tanpa Repot Di Kawasan Agrowisata d'Emmerick Salatiga.

Area berkemah terletak lumayan jauh dari Cleverly Eatery. Kami harus melalui beberapa anak tangga dan jalan menurun, beberapa ruas jalan juga terasa berbatu.

Selama perjalanan ke bawah, kami melewati area perkebunan sayur hidroponik dan taman-taman yang ditata apik. Tenda-tenda beratap biru tampak menyembul. Rupanya, tempat kami menginap sudah berdiri dengan kokoh dan rapi.

Bagian dalam tenda juga sudah dialasi dengan matras yang lumayan empuk. Tinggal menambah sleeping bag kalau dirasa masih kurang empuk atau kurang nyaman.

Eh tapi, esensi kemah harus tetap terasa dong ya, jangan nyamannya mau sama seperti tidur di kamar hotel. Kan niatnya mau menyatu dengan alam. Soal itu, saya pernah menulisnya di sini.

Sepertinya, setelah menempatkan barang-barang di tenda, sangat sedikit yang terdorong untuk leyeh-leyeh tidur siang. Pertama karena di dalam tenda lumayan sumuk, dan sayang saja melewatkan eksplorasi kawasan agrowisata.

@Baiiput, blogger dan tukang bikin website sahabatnya Nico ini malah sudah mencari ancer-ancer lokasi yang tepat buat menggoreng nugget yang dibawa dari rumah, plus dimana nanti akan memanggang ayam, sangu dari rumah juga.

Sebagian ada yang kembali ke area hotel untuk menggunakan fasilitas mushola, padahal di area bawah kemah, ada satu tempat yang memang disediakan untuk shalat dan gosip-gosip, eh.

Blogger Jelita, Mba @Hidayah Sulistyowati malah sudah mulai survei dimana kira-kira nanti kami akan mandi dan cuci-cuci. Area kamar mandi yang cukup memadai juga memang sudah disiapkan oleh pihak hotel. Tapi berdasarkan kesepakatan antara Mba @Ikapuspita_1 dan hasil terawangan Mama Loreng @Archabella, kami para blogger perempuan sepakat bakal menjajah kamar mandi pria saja. Alasan praktisnya, menurut saya saat itu karena lokasinya lebih dekat dengan jalan masuk. Kalau alasan mistisnya, sila DM Mba Archa.

Beres shalat dan siap-siap, kami langsung diajak menuju ke lokasi uji adrenalin dan ketangkasan. Saking semangatnya mau menjajal wahana dan main panahan, sampai pada lupa untuk menutup geber tenda.

Alhasil, baru setelah pulang berpetualang, kami baru menyadari kalau nyamuk-nyamuk sudah duluan beristirahat di dalam tenda. Bayangan akan tidur nyenyak seketika lenyap. Untung ada penyelamat, @malindraanji yang datang telat dari Wonosobo dan mau dititipi pembasmi nyamuk elektrik. Eh yang elektrik nyamuknya apa pembasminya ya? Soalnya saat malam datang, nyamuk-nyamuk tadi mendadak hilang, padahal belum ada satu pun penghuni tenda yang mencolokkan pembasmi elektrik tersebut.

pic by : @wahidunited

p;ic by : @wahidunited

Dengar-dengar sih, pihak hotel sudah mengantisipasi hal tersebut dengan menyemprot para nyamuk-nyamuk berukuran lumayan itu. Hati kembali tenang karena ada harapan bisa tidur lelap di tenda. Listrik tersedia buat mengisi ulang batere ponsel, lampu tenda juga lumayan terang, udara juga sejuk. Ah, kurang apa lagi sih fasilitasnya.

d'Emmerick Adventure Park (@emmerick_adventurepark)

Melihat raut muka @Noviadomi, blogger dari Semarang yang semangat menembus terik matahari demi menjajal arena High Rope, semangat saya untuk berjalan menuju area d'Emmerick Adventure Park jadi bangkit lagi. Pasalnya, sebelumnya tiba-tiba matahari mendadak bersinar sedikit nyelekit di kulit waktu kami bersiap akan melakukan outbond.

Namun, ketika sampai di lokasi, pohon-pohon kapuk randu yang menaungi beberapa area membuat suasana jadi kembali teduh dan adem.

Peserta pun dikumpulkan untuk dibagi kelompok, siapa yang akan memulai wahana High Rope, dan kelompok siapa yang akan menjajal area Archery Target.

Memilih menjajal wahana High Rope duluan bukan berarti kami penyuka ketinggian dan tantangan. Waktu ngobrol sama @wildanrais, fotografer yang juga bekerja di sebuah LSM, saya dapat bocoran kalau sebenernya dia takut ketinggian. "Pernah trauma jatuh dari pohon," ujarnya waktu saya berhasil sampai di ujung jembatan tali gantung.

pic by : @khairulleon

pic by : @khairuleonl

pic by : @khairulleon

Karena sudah melewati dua rintangan: memanjat tebing dan jembatan gantung, serta nggak ada cara lain kecuali membereskan uji adrenalin dan ketangkasan supaya bisa menjejak ke tanah lagi, saya pun mensugesti diri untuk berani naik sepeda yang berjalan di atas tali kawat. Di bawah, Mba @DianIsmyama sedikit berteriak ngeri melihat saya meluncur di atas tali.

Setelah sepedaan di atas tali, berlanjut dengan masuk ke dalam lorong kayu. Yang ini agak gampang sih, kayak mainan zaman TK. Selanjutnya, harus melewati jembatan gantung lagi, tapi bentuknya pedal yang digantung di atas tali. Pilihannya cuma dua, selesaikan sampai finish, atau udahan dan diturunkan pakai tali ke bawah.

Di bawah saya ada @khairuleon, Vlogger yang sekarang bermukim di Sukabumi menunggui sambil memotret. "Ayo cepet biar bisa gantian talinya," ujarnya. Saya dan Leon sudah beberapa kali ngetrip bareng. Darinya saya pernah belajar satu hal yang berhubungan dengan ketinggian dan decision maker.

Nggak mau mengulang cerita yang sama, saya memutuskan untuk menyelesaikan apa yang sudah saya mulai. Benar juga, di belakang ada @irasulistiana yang mulai kedengeran teriakannya, juga teman-teman lainnya.

Waktu hampir menunjukkan pukul empat, dan kami masih harus menjajal bermain panahan. Jadi, saya pun melanjutkan wahana high rope sampai titik finish. Yeayy.

Pindah ke area Archery Target, senampan besar pisang goreng dan teman-temannya sudah menunggu. Rasa haus juga sudah melilit kerongkongan. Sambil menunggu teh manis yang disajikan bisa diseruput hangat-hangat, saya menjajal alat panahan yang sudah disiapkan, ditemani Athier, putra Mas Wahid yang hari itu ikut berpetualang, yang juga begitu asyik membidik sasaran.

Kamu belum tau memanah yang sesungguhnya sih, Thier. Berat tau, hihihi. Jadi nikmati ya masa-masa memanah sasaran yang nggak bakal jadi mantan.

Kemudian, Mas Yudha dan rekannya dari NET TV pun datang sehingga saya melewatkan sesi latihan memanah kamu target, dan ketika sesi wawancara selesai, teman-teman sudah berpindah ke area pertempuran.

Di Archery Battle, saya masuk ke tim biru. Terlihat sosok manis Mba @windaoei, blogger Semarang berlatar belakang pendidikan Arsitektur memeringati saya buat hati-hati saat masuk ke area pertempuran. Benar saja, baru saja nunduk mengambil anak panah, ehm sudah ada yang memanah saya dari belakang. Untung bagian ujung panahan sudah diberi karet busa sehingga relatif aman buat b*k*n*.

Bagian muka juga ditutupi oleh masker, jadi aman. Tapi bagian dada ternyata nggak aman dari sasaran. Belum ada lima menit main, sudah ada yang menembak tepat di dada sehingga jatah saya main, habis sudah.

Kolam Renang Infinity.

Selesai pertempuran, para ksatria, baik yang menang maupun kalah dalam pertempuran dipersilakan untuk mandi dan membersihkan diri. Beberapa teman, memutuskan mendinginkan badan dengan berendam di kolam renang, salah satunya Blogger dan pengusaha baju batik @dinielient alias Dini Lintang.

pic by : @wahidunited

Dari raut mukanya yang mengernyit menahan dingin dan bibir yang bersemu biru, saya jadi mengurungkan niat untuk berenang. Lagipula langit sudah mulai temaram, dan angin yang bertiup terasa makin dingin.

Saya pun kembali ke tenda dan mengambil beberapa barang untuk dibawa kembali ke atas. Selepas bersih-bersih dan shalat magrib, saya memutuskan untuk duduk-duduk dan ngobrol di depan kolam renang bersama Teguh karena berjalan balik lagi ke area kemah sungguh peer.

Kolam renang di area hotel ini memiliki pemandangan yang cukup cantik. Siang hari di hari kedua saya berada di hotel, saat beberapa peserta shalat Jumat, saya sempat mencelupkan kaki dan main-main air di tepinya. Beberapa burung terbang rendah sambil mengepakkan sayapnya di atas permukaan air. Warna biru langit terpantulkan di air, dan suasana relaks saat memandangnya pun menghampiri. Kalau main ke sini, sebaiknya memang tidak melewatkan sesi berenang di sini. 

Makan Malam dan Sharing Di Pinggir Kolam Renang. 

Entah bagaimana konferensi meja seperempat bundar dimulai. Awalnya saya dan Teguh bercerita tentang pengalaman hidup di rimba belantara ibu kota. Sedikit curcol dan sharing tips mengenai bagaimana mencari ketenangan hati. Iyee, berat aja obrolannya. Kemudian @rivaihidayat datang bergabung, dilanjutkan dengan Om Sarbu yang berbagi cerita tentang komunitas-komunitas di Pekalongan dan soal fotografi. Lompat dari satu topik ke topik lainnya sambil menikmati Barbeque dan makan malam.

Saat kemudian bahasan mulai berkembang seputaran wisata di daerah masing-masing, saya pun menggeret narsum @wahidunited yang mumpuni soal itu ke tengah konferensi. Dari obrolan tersebut, muncullah ide-ide kolaborasi.

Isul kemudian mengusulkan agar konferensi dilebarkan sampai ke depan sehingga semua peserta bisa saling berbagi ilmu. Sambil menikmati makan malam, kami pun menyimak Mas Dhave, Om Sarbu, dan Mas Erfix berbagi kisah.

Hal yang cukup menarik dari sebuah perjalanan adalah ketika kita bisa memetik hikmah dari sebuah pengalaman orang lain yang bisa menjadi pelajaran hidup. Benar kalau perjalanan atau traveling bisa menjadi guru kehidupan. Cerita soal guru kehidupan, juga pernah saya tulis di sini.

Meski rasa kantuk mulai menjalar, saya berhasil menutup sesi itu dengan satu kalimat di buku catatan: "Bukan untuk saling mengiris, tapi saling mengisi. Keberadaan kami."

Demi bisa bangun tepat waktu karena pukul 03:00 sudah harus bangun bersiap untuk jeep tour, saya pun memutuskan kembali ke tenda.

Langit bertaburan bintang, dan saat menengadah ke atas, sebait gombalannya Dilan melintas di pikiran.

"Nanti kalau kamu mau tidur, percayalah aku sedang mengucapkan selamat tidur dari jauh. Kamu gak akan denger."

Bersambung ke bag.2








14 comments:

  1. panjang nya ceritaaaaa ... ^_^ seru bangetttt

    ReplyDelete
  2. Emang yaa,, sebenernya yg bikin ngangeni dari jalan-jalan itu bukan daerah eksplorasinya, tp obrolan2 nggak sengaja antat teman seperjalanan & orang2 yg bergesekan jalan di satu waktu.
    Btw, air kolam renangnya emang dingin,, tp segerrer ;)

    ReplyDelete
    Replies
    1. hahahaha, iyaa. nggak ada loe nggak rame kalau kata Om Sarbu

      Delete
  3. Seru ya cuma aku fobia tinggi nih, makanannya sepertinya enak hmm yummy ☺

    ReplyDelete
  4. Seru ya cuma aku fobia tinggi nih, makanannya sepertinya enak hmm yummy ☺

    ReplyDelete
  5. Ahhh masih belum move on saya dari sini. Mba Nia makasih banget buat trip sala(h)tiganya heheheh heheheh aku belum menuliskannya. Segera ahhh

    ReplyDelete
  6. Ulang lg dongggg... Aku melewatkan archery battle. Hiks nyesel naik dl an.wkwkwkwk

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salah gaul kamu kak sama team gendads. Makannya nggak dapat lengkap di adventure day nyaa haha

      Delete
  7. Walau main archery battle itu seru, ngobrol bareng kawan seperjalanan itu lebih menyenangkan. Memang sebuah obrolan tanpa tema, tapi tetap saja banyak faedahnya...makasih untuk obrolan malam itu :D

    ReplyDelete
  8. Trip kemarin emang menyenangkan, banyak teman baru dan saling sharing. Banyak insight deh bikin nambah wawasan

    ReplyDelete
  9. Serasa mbaca tinjauan pustaka... :D panjang amir

    ReplyDelete
  10. Duuh...serasa ikut serta di sana.. TFS, ya.. sedikit mengobati rasa sedih..namun juga semakin membuat mupeng ke Emerick.. hehe... Ditunggu kisah selanjutnya..

    ReplyDelete
  11. MC kondang coba ditulisnya, padal baru ngemci pertama kali hahaa

    Serunya perjalanan itu ya karna orang2nya yg membuat kisah saat jalan2 itu. Uhuuk

    ReplyDelete

Powered by Blogger.