Buku yang Mengubah Hidupku (by:Rinurbad)

Dari sekian banyak bacaan yang berkesan, ada baiknya saya sebutkan salah dua saja: The Professor and the Madman karya Simon Winchester dan Sisi Lain Diriku, memoar Sidney Sheldon almarhum.

Ihwal buku pertama, saya sudah terkesan pada kata madman di judulnya. Walaupun yang lebih membetot keingintahuan adalah penyusunan kamus. Kisah yang rumit, yang membuktikan intelektualitas seseorang tak terbelenggu oleh jeruji dan dinding tebal rumah sakit jiwa. Satu penegasan lain bahwa seni (dalam arti luas) merupakan terapi yang baik untuk membantu seseorang dalam tekanan hebat tetap bertahan hidup, kendati akhir riwayat sang madman tidaklah manis.

Pada Sisi Lain Diriku, nuansa psikologis terangkum kian kuat. Memang tergores banyak asumsi bahwa kecerdasan atau bakat istimewa kerap berbanding lurus dengan pengalaman pahit masa lalu. Tentu saja daya tarik utama buku ini adalah sang pengarang sendiri, yang memikat saya dengan kepiawaian bercerita di novel-novelnya yang tidak biasa (menurut saya pribadi). Tidak seperti memoar lain, Sheldon memberikan porsi besar pada unsur personal semenjak ia kanak-kanak. Karir kepengarangannya dihadirkan relatif sedikit, utamanya soal menulis novel. Namun tak terasa menggantung, sebab ia menitikberatkan pada sisi-sisi pedih yang perlu dinikmati seseorang demi memperjuangkan cita-citanya.

Secara tak kasat mata, kedua buku ini 'bekerjasama' meniupkan energi semangat dalam batin saya. Tak terkhusus mengenai kepenulisan, namun ketahanan menjalani kelok-kelok hidup. Berdamai dengan kenyataan, sedikit membuka diri agar tidak terbebani. Dokter yang merawat maag saya dulu (hingga pendarahan di rumah sakit) menganjurkan agar saya meringankan beban kejiwaan di hati dan kepala, dengan cara apa saja yang menyamankan diri dan orang-orang di sekitar. Maka dari itu, saya berani sedikit bercerita soal suatu lekuk kelam masa silam dalam Lomba Cerita Mini Indosiar 2008 lalu. Istimewanya lagi, kedua penulis yang sama-sama berjenis kelamin pria mampu membobolkan sungai di mata saya dengan melankolisme proporsional.

Hanya metode itu, hanya sampai langkah itu. Tapi saya merasa tidak sendiri, walau tak mengenal langsung sang profesor yang berkontribusi besar dalam penyusunan kamus Oxford dan Sheldon sang ternama. Saya tidak pernah bosan membaca buku-buku ini kala semangat juang menipis, kala saya nyaris terjerembab dalam keputusasaan, selain berdoa dan berserah diri tentu. Kendati kisah-kisahnya banyak mengusung potret kepedihan, bagi saya sudah cukup mewakili apa yang disebut inspiratif, menggugah dan mencerahkan.

Tulisan ini diposting untuk event Bagi-bagi Buku Gratis yang diadakan Nia Nurdiansyah. Semoga bermanfaat, apa pun hasilnya kelak.

No comments

Powered by Blogger.