Tumpukan Dosa Pada Sepotong Kue Cokelat

Tumpukan Dosa Pada Sepotong  Kue Cokelat
Tumpukan pertama; cokelat hitam ganache. Dibuat tujuh hari yang lalu ketika ia meneleponku, memintaku datang ke apartemennya dan berkata bahwa ia sakit, tubuhnya juga mengigil karena demam.


Tumpukan kedua; krim cokelat putih. Dibuat lima belas menit setelah aku sampai di apartemennya.

Ia sedang terbaring lemah di atas ranjang. Tangannya terjulur lemah di sisi ranjang. Ia lalu mencoba meraih tanganku, mengenggamnya kemudian meletakkan di atas dadanya yang bergerak naik turun.

“Kenapa? Kau pulang terlalu larut setiap hari, sih," ujarku. "Mungkin kecapean. Mau kubuatkan sesuatu?”

Dia menggeleng lemah. Lalu beringsut dari tidurnya. “Sekarang sudah lebih baik, karena melihatmu.”
Ia baru saja membuat tumpukan berikutnya. Cokelat hitam ganache yang sama, dilapisi dengan krim cokelat putih yang lembut dan manis. Terlalu manis malah.

“Duduk di sini.” Ia menyuruhku duduk di dekatnya, di atas tempat tidur.

“Kamu sudah nggak panas,” kataku ketika lenganku bersentuhan dengan lengannya. 

Kusentuhkan telapak tanganku ke keningnya untuk memastikan, “tuh, kan. Sudah nggak panas.”

“Iya kan, karena kamu datang kesini.” balasnya. 

“Gombal, ah. Aku nggak bisa lama-lama. Hari ini banyak yang harus kukerjakan. Aku harus pergi.”

“Sebentar lagi. Aku masih ingin kamu di sini.”

“Kamu nggak benar-benar sakit, kan?” tanyaku ketika aku mulai merasa kalau dia lagi-lagi mempermainkanku.

“Tadi aku sakit, sekarang nggak.” Ia meraih tanganku menariknya mendekat dan berusaha menciumku.

Perutku seketika terasa penuh. Ganache coklat, krim cokelat putih, dan lapis demi lapis layer cakenya. Aku nyaris muntah dan ingin mengatakan apa yang sudah kuketahui tentangnya belakangan ini. 

“Semalam...” aku memulai, tapi tak bisa meneruskannya lagi.

Tumpukan ketiga dibuat ketika aku baru saja keluar dari apartemennya, sementara ponselku berbunyi. Aku mengangkatnya. 

Kata suara di seberang, “Sehabis kamu pergi dia langsung meneleponku. Dia bilang kalau dia sakit dan minta ditemani.”

“Ya sudah, temani saja. Jangan pulang sampai aku datang lagi kesana.” kataku sambil menutup ponsel. Dia sudah tidak boleh lagi membuat kue yang kelewat manis kali ini. Aku sudah muak. 

Di perjalanan kembali ke kantor, aku mulai membayangkan apa yang sedang dilakukannya. Dia mulai membuat adonan untuk tumpukan selanjutnya—kukira.

The cake is layered with dark chocolate ganache and white chocolate cream, then topped with marshmallowy peppermint frosting—manis sekali. Dosa yang teramat manis.

image : devil's food cake (kenji toma)

1 comment:

  1. dosa yg indah
    seperti melahap cake coklat dan milk shake, tanpa memperhatikan timbangan dan lingkar perut

    analogi yg bagus

    ReplyDelete

Powered by Blogger.