Ngetik atau Nulis?

Ngetik atau Nulis?


"Lagi apa?" seseorang di suatu tempat bertanya ketika saya sedang asyik menuangkan sebuah tulisan di laptop. Saya menjawabnya: "ngetik."
Orang itu berkomentar lagi : "kayak sekretaris aja..."
Saya : "ahh, bukan ngetik yang semacam itu. tapi nulis. lagi nulis cerpen."


Yeah, time flies. Di masa sekarang, rasa-rasanya orang sudah tidak 'menulis' dalam arti yang sebenarnya (memegang alat tulis seperti pulpen atau pensil dan menuliskannya di atas kertas). Mereka menggunakan alat bantu. Laptop. Keyboard. Mouse. Mereka (dan juga saya) saat ini lebih banyak menekan tuts, bukan menekankan pulpen ke atas kertas. 

Ada praktisnya 'menulis' dengan komputer. Bisa memilih font sesuai selera. Copy-Paste. Shift. Delete. Save. Ya...ya...ya. Tapi, terkadang saya merindukan saat-saat di mana saya dapat mempertemukan ujung pensil/pulpen dengan selembar kertas. Mereka bercumbu dan beranak-pinak banyak sekali kata-kata. Saya cukup memenggal katanya dengan strip atau menghitamkannya agar kata itu hilang, ketika si kata tidak sesuai dengan kebutuhan atau selera. 

Saya ingat, beberapa draft novel atau cerpen idenya lahir dengan lancar karena si pulpen dan kertas bertemu secara intens. Bahkan, outline Novel 29 1/2 Hari juga berawal ketika saya mencoret-coretkan beberapa ide di sebuah buku. Ketika itu, saya membawa buku itu hampir kemana pun. 

Buku itu ikut ke stasiun kereta api, terminal bis, airport. Berpetualang ke banyak kota. Besar, kecil. Kadang, ia terselip di bawah selimut, bantal, atau kolong kasur. Kadang, dia ikut ke kamar mandi juga. Dia tidak pernah rewel ketika saya menetesinya dengan saus tomat. Atau ada cap dasar gelas yang bernoda kopi yang mengotori lembarannya. Ia cukup kuat. Bahkan, saya juga tidak perlu mengisi ulang baterainya. Tidak perlu listrik untuk menyalakannya. Dia selalu ada ketika saya ingin si pensil dan kertas bercumbu dengan mesra. 

buku catatan

Sama dengan Grey, tokoh dalam novel 29 1/2 Hari yang profesinya adalah travel writer. Dia pun menggunakan buku dan pulpen untuk mencatat semua pengalamannya berpetualang. Grey menyimpan banyak sekali buku catatan perjalanan. Dan ia baru memindahkannya ke komputer ketika harus menulis sebuah artikel untuk majalah. Catatan-catatan itu pula yang kemudian menginspirasi Rene untuk membuat "Catatan Penonton Anonim".

(to be continued)
  
image : itu tuh, salah satu buku yang selalu saya bawa kemana-mana :)

No comments

Powered by Blogger.