Kronologi Patah Hati


Kronologi Patah Hati


Tengah malam dilepaskannya semua atribut yang menggelayutinya. Ia tidak ingin menjadi siapa-siapa atau apapun. Ia ingin menghilang ditelan kegelapan kamar tidurnya, memasuki dunia mimpi dan tunduk kepada alam bawah sadarnya untuk menjadi apa saja selain dirinya.




images : google

Ia berbaring dan membiarkan sosoknya ditelan selimut besar. Ia berusaha mematikan semua inderanya agar dapat tertidur lelap. Meskipun segala bentuk lelah tengah memukul-mukul tubuhnya. Ia percaya, tidur dan tidak menjadi siapa-siapa atau apapun mampu menyembuhkan segala bentuk sakit.

Namun tidak, malam itu otak dan hatinya sedang tidak mengizinkan tuannya buru-buru memejamkan mata. “Dengarkan kami dulu!” katanya.

Sosok yang sedang menahan lelah itu menimpali. “Tidurlah dulu. Kita bahas besok.”

“Tidak bisa!” kata Otak dan Hati bersamaan.

“Besok tidak akan sama lagi buatmu.” tambah Hati.

Baiklah. Aku mendengarkan kalian.

“Kau tahu, Hati, dengan perasaan-perasaannya sudah mempermainkanku. Aku benci jika dia melakukan itu dan tidak mendengarkan perkataanku.” kata Otak sengit.

“Hei, aku tidak merencanakan semua itu.” bantah Hati. “Perasaan itu datang begitu saja. Aku tidak tahu apa alasannya. Bukankah kamu sendiri yang biasanya berurusan dengan alasan-alasan. Kamu sendiri kan, yang selalu berusaha berpikir dan mencari penjelasan tentang segala sesuatu. Aku sih, cuma merasakan saja. Dan sebenarnya itu sudah cukup buatku. Kamu sendiri yang membuat perasaanku semakin kuat. Kamu bilang kalau dia memiliki sesuatu yang menarik perhatian alam bawah sadar.”

“Kau tahu, kata-kata itu terlontar seolah-olah tanpa kupikir masak-masak. Aku seperti di komando orang lain.” balas Otak.

“Ah, dasar Otak bodoh. Mana mungkin komandan tertinggi dikomandani sesuatu yang kita sama-sama tidak tahu apa.”

“Di semesta ini memang ada hal-hal semacam itu, Hati. Katanya kau ini merasakan, bukan memikirkan. Harusnya kau tahu, kalau hal-hal seperti itu memang ada. Kau tahu tidak, saat aku bilang bahwa dia memiliki sesuatu yang menarik perhatian alam bawah sadar, aku melihat bahwa apa yang kau rasakan menjadi semakin nyata.”

“Itulah. Kamu ini selalu memperkuat aku, Otak. Kasihan kan, Tuan kita sekarang jadi begitu kelelahan karena harus mendengarkan kita.”

“Sudah tugas kita berdua untuk menjelaskan semua ini padanya, Hati. Aku ingin kau tahu bahwa aku sama sekali tidak menjatuhkan pilihan padanya. Kau harus mengakui bahwa kau sendirilah yang memilihnya.”

“Iya, memang aku yang memilihnya. Aku juga tak tahu sebabnya. Aku hanya merasa bahwa ia adalah hati yang selaras denganku. Kalau kamu yang memilih, biasanya kamu akan banyak pertimbangan kan, Otak. Kamu pasti akan mempertimbangkan baik-buruknya, kelebihan dan kekurangannya. Aku, Hati, tidak melakukan semua itu. Aku memilih karena aku memang diatur sedemikian rupa untuk mengetahui apa yang tepat bagiku sendiri.”

“Kau ini kadang-kadang sombong, Hati. Nanti kalau sudah terluka kamu akan mengiba-iba padaku minta disembuhkan.”

“Ah, kamu yang angkuh. Aku, Hati, selalu tahu apa yang diinginkan, tapi pikiran logismu selalu menginterupsi. Semua informasi yang menyesaki labirin-labirinmu itu sudah menjauhkanmu dari intusi. Intuisi adalah cara untuk mengenali takdir, cara kaum kami untuk berbicara dengan yang Maha Tahu.”

“Jangan lupa diri, Hati. Aku juga anugerahNya yang paling besar. Kau tidak pernah menyadari betapa hebatnya aku. Kau bahkan tidak menyadari kehadiran hati orang itu sebelumnya.”

“Itu karena aku belum terbuka,maka aku belum bisa melihatnya.”

“Kau sudah kena tipu dia, Hati. Dia itu semacam pedang yang selalu diasah. Maka kilaunya mampu merobek sedikit permukaan hatimu,bahkan sebelum dia menyentuhkan ujung pedangnya padamu. Aku kasihan melihat kau terluka seperti itu. Luka kecil itu membuat yang lain-lain begitu mudah masuk dan menginfeksi tubuh tuan kita. Lihat, sekarang virus-virus tak kasat mata itu menggerogotinya.”

“Tapi, saat itu dia bahkan tidak bilang apa-apa padaku.”

“Pedang tertajam seringkali adalah pedang yang diam, Hati. Kau tergores kecil tanpa merasa sakit. Kau menerima perasaan itu dengan sukarela. Kau bahkan bantah aku saat aku beberkan fakta-fakta tentang dirinya. Perbedaan-perbedaan. Jarak-jarak. Aku perlihatkan bagaimana seribu satu ketidakmungkinan akan menghalangi kalian untuk bersama. Aku perlihatkan batasan-batasannya. Aku mengulurmu sedikit, tapi tidak ingin kau melampaui batas. Tuan kita hidup dalam batasan. Kau harus tahu itu. Meskipun kau bebas berkelana, tapi tuan kita tidak.”

“Jadi, aku tidak akan pernah mendapatkan apa yang benar-benar aku inginkan? Tidak bisakah aku tidak memedulikan semua fakta penting yang sudah kau beberkan itu? Bagaimana jika ternyata dialah yang akan menutup ruang bagi kepinganku yang hilang. Bagaimana jika...”

“Berhentilah berandai-andai. Pengandaian itu pengalih perhatian. Fokuslah pada apa yang seharusnya kamu lakukan sekarang. Meskipun aku ini terlihat pragmatis, tapi percayalah. Aku ini juga percaya pada takdir, aku percaya semua akan ada waktunya...”

“Sudah-sudah hentikan.” kata Hati lirih. “Kalau begitu, tolong aktifkan kelenjar air mata. Aku ingin didetoksifikasi. Aku ingin semua virus keluar dari hatiku melalui air mata itu. Aku akan menyembuhkan luka kecilku dan akan kubiarkan kau mengambil alih kembali kemudiku...”kata Hati. Ia mulai mengap-mengap.

Otak menegang, menahan diri. Ia bisa merasakan kesedihan Hati. Ia sebenarnya sudah mencari tahu bahwa di dunia ini mungkin saja ada dua orang yang sudah ditakdirkan untuk bersama,namun terkadang pilihan-pilihan hidup kedua orang tersebutlah yang justru memisahkannya. Usia, agama, tempat, dan jarak bukanlah kendala. Semua bisa dikompromikan. Rasionalisasilah yang terkadang, tanpa disadari oleh kedua belah hati, yang perlahan memisahkan mereka dari kesejatian.

Dan...aku menangis lagi.

Sosok yang menahan lelah itu sudah selesai mendengarkan dialog keduanya. Ia membalikkan badan, membiarkan air mata yang meluruh dari hatinya turun dan diserap busa bantalnya.

 Bandung, Sabtu, 21-07-12

1 comment:

  1. Like this Nia. :-) 2x otakku di otak atik, tapi sampe sekarang tetep bertanya2, sebenarnya bagian mana dari otak yang jadi komandan segala sel2 di tubuh ini, yang punya pengaruh pada hati. :-) kadang hati dan otak punya pilihan yang berbeda. :-) Mungkin harusnya waktu itu, aku tanya ma dokternya: "Dok, bagian otak mana ya yang bisa mempengaruhi hati?" :-)

    ReplyDelete

Powered by Blogger.