Being Mom & Raising a Boy

Being Mom & Raising a Boy

Menjadi ibu dari seorang anak laki-laki yang kini bukan lagi baby boy, tetapi sudah mulai menjadi seorang little boy membuat saya harus terus belajar tentang sosok lelaki kecil dan dunianya. Ternyata banyak juga hal-hal kecil yang harus disesuaikan ketika menjadi ibu bagi seorang anak laki-laki. Hal ini tentu saja sudah saya sadari sejak si kecil masih bayi karena beberapa perawatan dan pola asuh dasar akan berbeda antara bayi perempuan dan bayi laki-laki.


Dan sebelum cerita-cerita...hehehe akhirnya berhasil juga membuat kolase foto-foto dia selama ini....from zero to five. Hmmm, sisanya masih banyak. Peer buat ayahnya untuk ngumpulin dan nyetak, nih.











Dan sekarang, mulai cerita-ceritanya.
Sementara si kecil sedang berada pada masa-masa toddler dan sebentar lagi akan mulai memasuki masa-masa menjelang sekolah dasarnya, saya makin menyadari kalau gaya pengasuhan yang dipakai juga harus mulai menyesuaikan dengan dunianya saat ini. Ini beberapa catatan mengenai penyesuaian-penyesuaian yang bisa dilakukan seorang ibu yang memiliki anak lelaki karena memang ada perbedaan mendasar antara bagaimana pola pengasuhan untuk anak laki-laki dengan anak perempuan. Beberapa sudah berhasil dilakukan, sisanya masih peer banget, nih.
  1. Sejak awal, bocah laki-laki sudah membangun minat yang berbeda dengan anak perempuan. Terlihat jelas dari pilihan mainan, tontonan, dan aktivitas yang dilakukan. Mau tidak mau, seorang ibu dengan anak laki-laki harus mau memahami dunia anak laki-laki. Jadi, kalau dulu saya melihat mobil cuma dari sisi praktis dan kegunaannya. Sekarang, mau nggak mau harus ikut-ikutan berminat dengan hotwheels, tomica, sirkuit Tamiya, sampai game-game balapan yang dulu boro-boro saya lirik. Ternyata dengan menunjukkan kalau kita menaruh minat yang sama dengan apa yang disukai anak, hal itu akan membuat dia senang, merasa diperhatikan, dan ujung-ujungnya sikap kita ini akan membangun keterbukaan, komunikasi yang baik, dan rasa percaya diri pada si anak.
  2. Anak laki-laki cenderung memiliki otak kanan yang berkembang dengan lebih baik. Hal tersebut membuat anak laki-laki biasanya lebih baik di bidang matematika dan hal-hal mekanis. Biasanya, mereka juga cenderung lebih berorientasi pada tindakan. Karena berorientasi pada tindakan maka seringkali penjelasan untuk anak laki-laki itu mempannya dengan menggunakan contoh. Nggak heran kalau selama ini setiap kali menyuruh Ezra melakukan sesuatu, lebih manjur kalau menggunakan contoh. Dari mulai cara menggosok gigi sampai cara menggunakan sesuatu, biasanya saya lakukan dengan mempraktekkan bersama-sama. Nggak heran juga kalau dia kekeuh nggak mau melakukan sesuatu apalagi tanpa contoh nyata. Pokoknya, punya anak laki-laki itu kerasa banget walk the talk-nya.
  3. Yah, udah bukan hal aneh kan, kalau yang namanya anak laki-laki itu lebih banyak yang nggak mau diemnya ketimbang yang anteng. Yes, Ezra adalah salah satunya. Dan itu bukan sesuatu yang patut diwaspadai atau dicemooh (kecuali memang ada gejala-gejala yang menunjukkan ke arah adanya gangguan, ya) karena anak laki-laki itu punya lonjakan energi fisik yang harus diekspresikan. Untuk itu, sebagai orangtuanya harus mau banget menemani anak laki-lakinya untuk melakukan aktivitas fisik. Terus terang, saya pun bukan superfit mom yang bisa meladeni si-anak-nggak-mau-diem ini, jadi ada kalanya saya putar otak cari cara biar di saat-saat tertentu nggak merasa bludrek dengan keaktifannya. Biasanya, kalau nggak mau diemnya lagi kambuh, saya dan Ezra bikin proyek bersama yang bisa mengalihkannya dari lari-lari atau manjat-manjat nggak jelas. Misalnya aja, bangun rumah dari kardus bekas, melukis, atau kadang saya ajak nyuci baju, ngebon, dan masak-masakan di dapur. Oh ya, yang paling berhasil itu main cari harta karun. Biasanya, kalo kerjaan lagi banyak dan Ezra sedang di rumah dan pas nggak mau diem. Saya bikin peta, sembunyiin beberapa mainan plus snack atau permen, terus saya suruh Ezra ngikutin peta itu buat nemuin the missing treasures-nya. Nggak semua trik berhasil, sih. Tapi nggak ada salahnya dicoba.
  4. Anak laki-laki itu punya kecenderungan kebutuhan terhadap keteraturan. Artinya, dia membutuhkan sekelompok peraturan yang jelas dan tahu pasti siapa yang memberikan peraturan itu di rumah. Ini mungkin bisa difasilitasi dengan membangun jadwal yang firm sejak dia masih kecil. Mulai dari jadwal tidur dan bangun tidur, kapan harus makan dan mandi, dan sebagainya. Kalau jadwal ini dilakukan atau dibiasakan sejak kecil akan lebih mudah bagi si anak ketika dia besar nanti. Untungnya nih, masalah pembiasaan ini udah dimulai dari dia bayi. Jadi, sampai sekarang nggak terlalu kesusahan kalau nerapin jadwal yang pas antara jadwal ortu dengan jadwal si anak.
  5. Anak laki-laki memiliki lebih sedikit hubungan dari sisi bahasa ke sisi indera dalam otak mereka. Hal ini yang mendasari kenapa sebaiknya anak laki-laki harus dibiasakan untuk dibacakan cerita, sering diajak berkomunikasi atau ngobrol tentang berbagai topik, dan berusaha untuk selalu menjelaskan beberapa konsep dengan bantuan cerita atau deskripsi yang cenderung detail.
  6. Anak laki-laki secara mental tertinggal antara enam sampai dua belas bulan dibandingkan anak perempuan. Terutama, mereka tertinggal di bidang koordinasi motorik halus, misalnya kemampuan untuk menggunakan jemari untuk memegang pensil dengan benar. Biasanya, saat anak perempuan bisa anteng mewarnai atau menggunting, anak laki-laki justru gatal untuk menggerakkan otot motorik kasar mereka sehingga terkesan tidak mau diam.
Hmmm, kayaknya baru enam hal itu dulu deh, yang berhasil saya catat...next kalau ada hal-hal baru akan diupdate lagi, ya.

5 comments:

  1. wowww, lutuna.Foto putranya keren2 dah,mbak :)

    ReplyDelete
  2. Terima kasih yaa sudah mampir ke sini, mba christanty dan keke naima

    ReplyDelete
  3. Artikel yang sangat membantu dan bermanfaat bagi saya yang sedang kuwalahan menangani anak laki2 pertama saya

    ReplyDelete

Powered by Blogger.