And...The Pregnancy Journey Begins (again)

Alhamdulillah,
Setelah penantian yang lumayan lama, akhirnya Allah SWT kasih kepercayaan saya buat hamil lagi. Perjalanan buat hamil kedua ini lumayan banyak ups and downs dan dramanya.


Awalnya saya dan suami berencana untuk menambah momongan itu tahun 2012. Kami nggak program ke dr. spog dan berpikir pasti bisa hamil lagi dengan proses yang natural seperti halnya waktu hamil anak pertama. Tapi sepertinya Allah SWT mau kasih saya dan suami hikmah bahwa yang Maha Mengatur dan memberi kehidupan itu cuma Allah SWT. Jadi, ceritanya sebelum tahun 2012 saya sempat takut hamil karena sedang LDM dengan suami dan masih awal-awal kuliah profesi. Setiap kali telat haid rasanya galau dan berdoa mudah-mudahan jangan hamil dulu. Waktu itu, saya memang nggak menggunakan apa-apa untuk pencegah kehamilan. Bukannya pasrah dan berserah diri, setiap kali mendekati masa period doanya malah semoga haidnya lancar dan nggak hamil. Rupanya, doa-doa itulah yang didengar dan dikabulkan sama Allah ketika pada akhirnya di tahun 2012 saya mulai berencana untuk punya anak lagi.      

Lesson learned. Hati-hati dalam berucap karena ucapan bisa jadi doa.

Sepanjang tahun 2012 masih lumayan santai dalam menjalani rencana untuk hamil lagi. Waktu tahu kalau ternyata selalu dapat haid tiap bulan alias belum kunjung positif, saya mikirnya pasti karena kami berhubungan bukan di masa subur. Ya, mau gimana lagi, kami juga pas LDMan waktu itu. Kalau pas masa subur, saya lagi di luar kota atau malah sebaliknya suami yang sedang pergi ke luar kota. Menjelang akhir tahun 2012 load kerjaan semakin banyak, ditambah lagi mulai nyusun thesis,dan bolak-balik keluar kotanya semakin sering. Badan yang sebenernya sudah di ambang batas kelelahan tetep dipaksa buat melakoni semua hal dalam waktu yang bersamaan.


Menjelang akhir tahun 2012, saya ditegur sama Allah karena nggak sayang sama badan sendiri. Panggul kiri saya sakit banget-ngetss. Awalnya mikir pasti cuma kecapekan. Setelah pijet dsb-nya rasa sakit itu hanya mereda sedikit. Saya juga cuma ngebiarin rasa sakit itu karena setiap kali selesai yoga, sakitnya lumayan berkurang. Tapi kemudian nggak lama setelah itu, tahu-tahu kok, saya kena anyang-anyangan (pipisnya sedikit-sedikit dan susah). Waktu itu masih belum curiga dengan kondisi tubuh bagian dalam, mikirnya mungkin saya kurang minum dan sering nahan pipis kalau pas perjalanan ke luar kota via darat di malam hari.

Bom kecil di dalam tubuh saya meledak di tahun 2013. Saya nggak pingin mengulang cerita sedih itu di sini. Intinya, secara psikis saya mengalami stress dan secara fisik pun terdapat penurunan kesehatan. Dokter meminta saya untuk banyak istrirahat di 2013 dan mengendurkan semua aktivitas. Meskipun begitu, tetap saja saya curi-curi waktu untuk mengerjakan ini dan itu.

Setelah bandel terus, akhirnya memutuskan kalau di 2013, goal utama saya adalah untuk melakukan self-healing. Pola makan dan gaya hidup sudah diperbaiki sejak 2010 akhir, tetapi pola pikirnya ternyata belum. Jadi peer self healingnya adalah untuk memperbaiki pola pikir yang damaged karena sebenarnya kesehatan itu kombinasi dari keduanya.

Saya juga berusaha untuk memperbaiki hubungan dengan Allah SWT. Ketika sebelumnya selalu bertemu dan berbicara di hadapanNya dengan segudang ambisi dan permintaan, saya berusaha iklhas, duduk di hadapannNya hanya untuk bersyukur dan berbagi cerita.

Akhir tahun 2013, saya memberanikan diri untuk memperiksakan kembali kondisi kesehatan. Ada dua dr. spog yang saya datangi. Satu menyatakan bahwa rahim saya sehat dan siap program hamil, sementara dokter yang lain (konon lebih senior dari dokter pertama yang saya datangi) menyatakan kalau saluran tuba falopi kiri saya masih mengalami pelengketan dan ada dua buah kista ukuran 5 dan 2 cm. 

Mendengar kabar itu, rasanya down luar biasa. Kok bisa? Padahal selama ini saya selalu menjaga pola makan. Setelah ditelusuri, ternyata penemuan kista tersebut terjadi setelah saya mengikuti program hamil dan mengonsumsi obat-obatan dari dokter pertama yang menyatakan kalau rahim saya dalam kondisi normal. Kemudian karena sudah menjalani program seperti yang disarankan tetapi tidak kunjung hamil, saya menemui dokter kedua di awal tahun 2014 yang kemudian menemukan adanya dua buah kista tersebut.

Dokter kedua  mengatakan bisa jadi kistanya muncul karena efek dari obat-obatan untuk program kehamilan. Tapi yang menjadi pertanyaan beliau adalah jika kista muncul karena efek pengobatan program hamil, seharusnya ukurannya tidak sebesar itu. Dia pun merekomendasikan saya melakukan test laboratorium untuk mengetes apakah kistanya tergolong berbahaya atau tidak. Bandelnya, saya nggak melakukan test tersebut. 

Saya malah balik ke dokter pertama. Setelah di USG Transvaginal beliau pun menyatakan memang ada dua buah kista. Saya bertanya : "Dok, kok bisa hanya dalam kurun waktu dua bulan tahu-tahu muncul kista, padahal waktu USG yang pertama jelas-jelas nggak ada kan, Dok?"

Dokter saya menjawab hal yang senada bahwa hal itu bisa jadi karena efek dari pengobatan program hamil dan karena saya mengalami stress. Dokter menyarankan agar saya lebih santai untuk menjalani program kehamilannya, mengurangi beban pekerjaan, dan lebih banyak istirahat di rumah. Beliau juga mengatakan kalau kistanya jenis yang jinak, sering disebut dengan kista kehamilan, jadi tidak perlu dilakukan tindakan apa-apa.

Tapi rasanya mana bisa santai saat menjalani program hamil, begitu batin saya. Apalagi obat-obatan yang dikonsumsi efeknya ke badan dan mood nggak enak bingitss. Saya dan suami pun berinisiatif untuk menghentikan program hamil untuk sementara. First of all, saya sudah nggak mau menyentuh obat-obatan itu lagi, dan saya mau pasrah saja dengan waktu yang dijadwalkan Allah buat saya. 

Suami selalu menghibur. Memangnya kenapa kalau anaknya satu? Nanti kalau Ezra udah cukup gede, kita bisa sering-sering travelling bertiga. Kamu juga bisa lebih fokus sama Ezra dan kalau mau melanjutkan semua cita-cita yang ketunda, kamu bisa lebih leluasa.

Di luar sana, banyak pasangan suami-istri yang selama bertahun-tahun belum dikaruniai momongan. Rasanya kufur nikmat banget kalau nggak mensyukuri hadiah dari Allah yang sudah dianugerahkan pada saya. Jadi, saya pun melepaskan keinginan saya untuk punya anak kedua. Di hadapan Allah, saya hanya minta disembuhkan dari semua penyakit fisik dan psikis.

Let it go. Saya memutuskan untuk lepas dari semua drama yang muncul saat menjelang masa-masa datang bulan. Ketika saya berharap telat haid dan hamil, rasanya seperti ditampar dengan kenyataan kalau beberapa tahun sebelumnya, saya pernah berharap yang sebaliknya. 

Saya terus belajar menata pikiran. Masih susah pada awalnya, tapi lama-lama saya sampai juga di tahap iklhas dan pasrah. Kalau Allah mau kasih amanah lagi, Inshaa Allah saya siap, kalau nggak, we'll be happy. The three of us. 

Kemudian, entah kenapa akhir April 2014 saya kembali gelisah. Awalnya gara-gara Ezra kembali merengek kepengin punya adek setelah melihat kakak ipar saya yang sedang hamil besar dan mau kasih adek buat sepupunya Ezra. Dengan wajah memelas, Ezra bilang kalau dia sedih karena selamanya bakal jadi kakak terkecil (Di keluarga besar suami, Ezra jadi cucu terkecil karena suami saya anak bungsu) dan di rumah nggak punya temen main.

Sudah sejak umur lima tahun Ezra kepengin punya adik. Karena sudah sejak lama ngarep punya adik dan belum punya juga, Ezra tuh, jadi pengertian banget dengan kondisi saya. Setiap kali saya dapet haid dan nggak ikut sholat bareng, dia sampai tahu kalau itu artinya dia nggak jadi dapet adik, dan dia akan menghibur saya. 

"Bu, makanya minum jusnya yang rajin ya, biar perutnya cepet hamil kayak Bu Guru," atau "Makanya Bunda mau deh, minum susu biar cepet hamil kayak di iklan itu," atau "Nggak apa-apa, nanti kalau nggak punya ade kan aku bisa tidur sama Bunda selamanyaaa," 

Pelan-pelan saya kasih pengertian ke dia kalau yang kasih bayi ke dalam perut itu Allah. Kalau Allah mau kasih dan Bunda juga siap, ya nanti Bunda pasti hamil. Ezra bantu berdoa juga, ya. Di sekolahnya, guru-guru sampai tahu kalau setiap habis sholat dhuha bersama, doa Ezra itu pasti supaya dikasih adik sama Allah. 

Nah, biasanya kan Ezra selalu ngerti, tetapi hari itu, setelah acara keluarga mukanya kelihatan sedih banget. Sampai rumah dia peluk saya lama banget tapi nggak ngomong apa-apa. Dia seperti berusaha mentransfer perasaannya. Akibatnya, saya juga jadi ketularan mellow pas akhir April itu. Saya pikir, ini pasti bawaan PMS. 

Menurut jadwal, saya harusnya dapet haid tanggal 2 Mei. Kalau nggak salah itu hari Jumat. Seharian bawaannya harap-harap cemas. Padahal saya sudah melepaskan semua harapan untuk hamil, tapi karena peristiwa bareng Ezra itu, tiba-tiba saya jadi berharap lagi. Seharian saya tunggu-tunggu kok, ngga dapet-dapet juga, yang keluar malah lendir warna coklat muda. 

Mikirnya, ini pasti tanda kalau mau dapet haid. Sabtu-Minggu masih nunggu, yang keluar masih lendir yang sama, dan nggak ada sedikit pun warna merah-merahnya. Jadi bingung, ini sebenernya haid apa bukan. Saya pun buka-buka buku primbon dan menemukan kalau munculnya lendir kecokelatan adalah salah satu tanda kehamilan. Lendir kecokelatan muncul karena embrio sedang mengalami implantasi di dinding rahim. 

Tetep aja saya nggak mau geer dulu. Sakit cyiin hati ini rasanya kalau ternyata cuma di PHP-ing :D. Yang unik, beberapa hari sebelumnya suami tahu-tahu bilang kalau dia feeling saya lagi hamil. Saya tanya kok, bisa asumsi kayak gitu? Dia jawab, pas saya lagi di dapur dan liat saya selewat, tahu-tahu dia feeling kalau saya hamil. 

Hmmm, lebih-lebih lagi, saya nggak bakal percaya kalau dasarnya cuma feeling. Jadi, waktu disuruh test-pack sama suami, saya ogah-ogahan. Nanti aja kalau udah telat sepuluh hari atau dua minggu, jawab saya santai.

14 Mei 2014 jam tiga pagi, akhirnya saya test pack. Hasilnya strip dua. Dari kamar mandi langsung manggil suami. Sambil masih ngantuk-ngantuk, dia ngelirik test pack yang strip dua sambil nyium kening saya. "Alhamdulillah. Apa aku bilang," terus dia ngeloyor lagi ke kasur. 

"Ini beneran, test pack-nya nggak expired kan?" timpal saya. "Ini tapi, strip yang satunya kok warna pink-nya ngga setebel yang satunya lagi, ya?" (padahal setelah ditunggu beberapa detik, stripnya jadi sama tebalnya). Setengahnya saya masih sangsi, setengahnya lagi bilang Alhamdulillah.

Pagi-paginya, suami langsung ngehubungi RSIA buat ngejadwalin check-up sama dr spog saya, tapi karena hari itu pasiennya penuh, dapetnya yang hari Jumat. Padahal saya baru bisa ngerasa tenang kalau dr spog udah USG dan menyatakan saya hamil dan semuanya dalam kondisi yang normal.

Jumat, 17 Mei 2014, dr spog menyatakan saya hamil dan dari USG usia janinnya 6 minggu. Dokternya bilang: "test pack itu bisa mendeteksi hormon kehamilan meski dalam jumlah yang sangat sedikit, jadi kalau TP sudah positif kemungkinan hamil sangat besar". Sayangnya, karena saya habis buang air kecil, jadi pas di USG nggak terlihat terlalu jelas hasil USG-nya. Kantung kehamilan tampak samar dan belum kelihatan ada apa-apa di dalam kantung tersebut. Dokter meminta saya untuk kembali kontrol dua minggu lagi untuk melihat perkembangan kantung dan janinnya. 

Habis kontrol yang pertama kalinya ke dokter itu, saya masih merasa cemas, soalnya saya bolak-balik dapet flek. Dokternya bilang nggak apa-apa, tapi tetep aja saya merasa was-was meski sudah dikasih obat penguat kandungan dan vitamin asam folat.

Waktu baca-baca, memang sih, katanya seperempat ibu hamil mengalami spotting atau keluar flek pada masa trisemester awal, tapi 50% dari yang seperempat itu rentan mengalami keguguran. Duuh, bacanya aja serem. Apalagi di kehamilan pertama saya nggak punya riwayat ngeflek kayak kehamilan kedua ini.

Saya coba masuk ke forum online ibu hamil untuk cari-cari info, ehh malah tambah galau, hiiikss banyak cerita yang bikin cemas. Tentang BO atau blighted ovum, dan macem-macem lainnya. Akhirnya, saya memutuskan untuk nggak terlalu banyak cari info dan pasrah saja. Yang kasih kehidupan itu Allah, kalau memang sudah diamanahkan punya anak lagi, Inshaa Allah dilancarkan kehamilannya sampai masa kelahiran si anak tiba.

Jadwal kontrol saya selanjutnya adalah Jumat 30 Mei 2014, tapi mau daftar sudah penuh, dan ketemu hari libur kejepit banyak banget di minggu ini. Akhirnya, saya memutuskan untuk kontrol di hari Rabu, 28 Mei 2014. Selama menunggu giliran di panggil, saya berusaha untuk nggak buar air kecil dulu, biar kandung kemih penuh dan saat di USG hasilnya bisa maksimal.

Dateng jam 3, baru dipanggil masuk setelah Magrib. Begitu ketemu dokter langsung tune in sama daftar pertanyaan yang udah dibekel dari rumah. Pertanyaan pertama adalah tentang kenapa saya masih aja ngeflek dan normalnya keluar flek itu berapa lama?

Dokternya, dengan mimik santai bilang, "Pasien saya banyak yang flek, bahkan ada yang keluarnya mrongkol-mrongkol, tapi janinnya sehat. Sekarang, coba kita lihat lewat USG aja ya, Bu."

Yang saya suka dari dokter ini adalah positif banget waktu menghadapi pasien, dan bawaannya santai serta membuat paseinnya tenang. Baiklah, akhirnya saya berbaring dan memandangi layar USG sambil berdoa.

"Ini kantungnya Bu, dan ini titik yang ini janinnya," kata Dokter sambil menunjuk ke layar. "Saya perbesar yaa. Tuuh, ini yang putih kecil dan berdetak-detak itu jantungnya, Bu. Artinya semuanya bagus dan normal."

Alhamduliilah, batin saya lega. Rasanya semua kekhawatiran yang kemarin mendera terangkat semua saat mengamati sosok kecil dengan detak jantung yang begitu cepat. 7 weeks 1 day. 1, 97 cm.
  
Bismillahirrahmanirrahiim, and the pregnancy journey begins (again). Semoga kehamilan kedua ini dilancarkan sampai hari melahirkan tiba, dan bisa menjalani kehamilan dengan sehat dan happy.

2 comments:

  1. selamat, mbak. semoga terus dilancarkan dan diberi kesehatan sampai waktunya persalinan

    ReplyDelete

Powered by Blogger.