Autumn Melancholy

Autumn Melancholy

Sakura no shita no yakusoku, "Rainen mo koko ni koyoutte.”
Kami membuat janji di bawah mekarnya bunga-bunga Sakura, “Kita kesini lagi tahun depan.”


Setahun berlalu, janji itu tak kunjung ditepati. Jangankan bertemu, sepucuk surat yang dijanjikan akan dikirimkannya setiap hari pun tak pernah sampai kepadaku.

Kimi ni aitakute dare yori mo aitakute*, kataku pada angin yang bertiup hangat, tanda musim semi akan kembali datang. Menggantikan musim dingin yang pucat dan dingin. Aku yakin musim semi ini ia akan pulang. Sudah dua tahun ia tak pulang ke kampung halamannya. Dia mungkin sudah tak peduli padaku, tetapi ia sangat sayang pada ibunya. Dan ia pasti akan datang untuk menjenguknya.

Besok mungkin aku akan bertemu lagi dengannya. Aku tak akan menagih janjinya. Harapan itu sudah kuhapus. Melihatnya masih ada di dunia ini sudah cukup melegakan hatiku.
Angin yang hangat kembali membelai tengukku. Kutatap kuncup-kuncup sakura yang bermekaran di atas kepalaku, dan beranjak mengayuh sepedaku pulang.

Sesampainya di rumah, aku berendam lama di ofuro dan mencuci rambutku bersih-bersih. Selesai dengan itu aku mulai bersiap-siap dengan bahan masakan yang akan kumasak besok pagi-pagi sekali. Aku membuat cake berbahan kazu yang dihaluskan, kue moci beras, dan sup ikan.
Besok, akan kubawakan semua masakan itu untuk ibunya yang sedang sakit. Benarkah aku cuma mau bertemu ibunya? Atau aku kesana karena ingin melihat wajahnya? Entahlah. Aku tak tahu. Lihat saja besok.
(to be continued)
*I miss you, I miss you more than anyone

1 comment:

Powered by Blogger.