Bulu-Bulu Yang Berterbangan

Ini cerita tentang 'berbagi sesuatu'.

Beberapa waktu lalu, di sore yang terik dan bikin kerongkongan kering, saya jajan sejenis pencuci mulut yang dijual di pinggir jalan. Singkat cerita setelah nyaris menandaskan semangkuk pencuci mulut nan segar, kegiatan menyeruput saya terhenti karena mendapati sesuatu yang menyerupai ulat kecil nan imut sedang asyik kecipak-kecipuk di kuah santan yang tadi saya seruput. 

Duh, ngapain kamu berenang di mari, ganggu aja. Sambil menyingkirkan si ulat imut itu saya pun menelisik isi mangkuk. Ternyata ada lagi temannya si Ucil, yang tampaknya sudah sugar coma, sebab perutnya sudah penuh oleh kuah yang manis. Karena menemukan lebih dari dua Ucil, kegiatan menyeruput kuah pun saya hentikan. Apalagi Ucil-Ucil ini tampak makin menyerupai Bilatung. Sambil agak bergidik kecewa karena kegiatan menuntaskan dahaga nggak paripurna, saya pun berharap pencernaan saya baik-baik saja. 

Selesai membayar dan beranjak dari tempat itu, saya kasak-kusuk sama Pak Suami. "Gimana tadi enak minumannya, ada yang aneh-aneh ngga?"  

Dan dijawab dengan gelengan. "Lumayan kok, seger." Terbukti juga sih, dari isi mangkuknya yang tandas tanpa sisa. 

"Punyaku tadi agak aneh, kayaknya ada salah satu bahan yang udah asem, jadi kayak ada ulet-uletnya gitu." tambah saya. Tadinya saya mau bilang 'besok-besok ngga usah jajan di sana lagi, deh'. Namun, tiba-tiba saya ingat tentang kisah 'Bulu-Bulu Yang Berterbangan' dan mengurungkan niat.

Beberapa waktu kemudian. Ada teman yang mengajak untuk ngiras di situ lagi. Padahal sudah janji sama diri sendiri buat ngga jajan di situ lagi, tapi si teman agak maksa. Waktu mau berbagi pengalaman makan di sana, saya kembali teringat dengan kisah 'Bulu-Bulu Yang Berterbangan'.

"Kamu udah sering makan di sana? Enak ya?" tanya saya, dan dijawab dengan anggukan dan rekomendasi positif. 

Oh oke. Di dalam diri mulai ada pertentangan dan keraguan.
Kasih kesempatan sekali lagi coba, batin saya. Karena kebenaran itu kan harus diuji dulu. 

Saya pun memesan menu yang sama. Sebelum asyik menyeruput, saya cermati dulu semua komponen yang ada di dalam mangkuk, sambil sesekali menghirup aromanya. Kalau-kalau ada yang tidak biasa. Setelah radar mengatakan aman, baru saya mulai makan. 

Sampai suapan terakhir, alhamdulillah semuanya aman. Saya lirik si teman, dia pun sama. Dasar mangkuknya kosong dan berkilat. Hati ini agak legaan. 

Coba kalau tadi saya langsung mengatakan: jangan makan di situ, makanannya basi! bla bla bla, dan si teman percaya lalu memviralkan, kira-kira masihkah ada yang datang ke lapak Si Bapak? Masihkah Si Bapak ini bisa menafkahi keluarganya? 

Meskipun pengalaman saya faktual, ada data yang bisa dipertanggungjawabkan, tetapi saya tidak punya wewenang untuk memukul rata bahwa semua produk jualan Si Bapak ini basi dan nggak layak jual. Mungkin saja kebetulan cuma punya saya yang asem dan ada Ucilnya karena satu atau dua komponen yang salah dalam bahan makanan atau proses memasaknya. Bisa juga karena faktor tempat yang terbuka, kebetulan ada lalat yang hinggap di salah satu bahan makanan yang disajikan kepada saya dan kebetulan si lalat ini membawa telur larva. Banyak kemungkinannya. 

Dan bagaimana kalau ternyata hari itu saya memang sedang ketiban ujian untuk menahan diri? Menahan diri untuk tidak buru-buru menghakimi sesuatu?
Image : modified from lifeandshape.org

Seandainya saya nggak ingat kisah tentang 'Bulu-Bulu Yang Berterbangan', mungkin saya lupa untuk menahan diri. 

Menyebarkan sesuatu itu seperti memburai isi bantal yang berisi bulu-bulu angsa ke udara. Kalau yang kita sebarkan kebohongan, memulihkan nama baik berarti mengumpulkan kembali bulu-bulu yang sudah berterbangan ke udara itu satu persatu.

Kamu sanggup?

5 comments:

  1. Seringkali susah buat menahan diri nggak cerita ke orang lain yg blm tentu ceritanya itu benar. Pada intinya, positive thinking dan tabayyun dulu. Kalo isi bantal udah beterbangan susah ngambilnya, apalagi ditambah angin kencang pula.

    ReplyDelete
  2. Ah, suatu analogi yg pas sekali... Terima aksih sdh mengingatkan kita mbak Nia... :)

    ReplyDelete
  3. Mungkin hanya kekhilafan ya mba, ada baiknya lgsung diberitau yg bersangkutan untuk masukan jgn langsung menyebar ke orang lain

    ReplyDelete
  4. meskipun harus selalu positif thinking, akan tetapi waspada menjadi sangat penting ....

    ReplyDelete
  5. Iya, harus dibisikin juga ya ke bapak penjualnya biar lebih hati2 next time..

    ReplyDelete

Powered by Blogger.