Wisata Kabupaten Brebes : Catatan Perjalanan #1

Malam hari, pukul setengah delapan lebih kereta kami merapat di Stasiun Tegal. 

Sejak awal saya tidak meletakkan harapan yang terlalu tinggi terhadap objek-objek wisata yang ada di kota ini, pun karena tujuan saya dan rombongan sebenarnya adalah menuju ke Kabupaten Brebes, sebuah tempat yang berada di pantai utara Jawa Tengah, tempat yang menurut informasi yang saya dengar pernah berjaya karena menjadi sentra penghasil udang windu dan bandeng. 

Juga setiap kali bertolak ke luar kota via pantura, saya pasti akan mendengar orang-orang mengaitkan Brebes dengan telur asin dan bawang merah. 

Belum pernah sekalipun saya mendengar orang-orang membicarakan Brebes dalam konteks tempat pariwisata. 

Di benak saya, daerah pesisir utara umumnya pantainya kurang menarik dan paling-paling didominasi oleh tambak atau ladang garam. 

Masih mending Tegal yang berulang kali dibicarakan karena punya pemandian air panas Guci. 

Jadi kita mau ngapain sih, di Brebes? Pertanyaan itu berulang kali berputar di benak. 

Saat memeriksa rundown acara, disebutkan kalau kami akan berkumpul di Pendopo Mangrove di Desa Wisata Mangrove Sari. Letaknya ada di Dukuh Pandansari, Kaliwlingi. 

Kalau merujuk pada fenomena dan elemen pariwisata, (uhuk, kita bicara teori sedikit) fenomena pariwisata muncul sejak seseorang mulai melakukan perjalanan refreshing (leisure and pleasure) ke suatu tempat di luar lingkungan dan kebiasaannya sehari-hari untuk mendapatkan sensasi baru yang bisa membebaskan seseorang dari rasa bosan sesuai dengan kemampuan dan motivasi setiap individu. 

Fenomena tersebut nantinya akan menghasilkan beberapa elemen penting dari pariwisata. 

Sampai sini kira-kira sudahkah Brebes memenuhi kriteria dari elemen pertama, yaitu Elemen Tempat Asal Wisatawan? 

Kalau kalian berasal dari kota besar yang padat, atau malah dari daerah di pegunungan, pergi ke daerah pesisir terdengar eksotis. Namun 'terdengar' saja belum menjadi jaminan seseorang akan berkunjung ke tempat tersebut. Setidaknya harus ada jaminan bahwa berwisata ke Desa Wisata Mangrove Sari di Dukuh Pandansari bisa memberikan pengalaman perjalanan dengan sensasi baru dan membebaskan seseorang dari rasa bosan. 

Perjalanan berkereta dari Semarang ke Tegal membutuhkan waktu kurang lebih dua jam empat puluh lima menit. Sementara jika menggunakan kereta yang langsung bertolak ke Brebes, bisa menggunakan kereta Kaligung yang bertolak dari Stasiun Poncol. Waktu tempuhnya sekitar tiga jam lebih. Kereta yang digunakan merupakan kereta ekonomi AC yang cukup nyaman harganya sekitar limapuluh ribuan. 

Dari hal itu, kita bisa menilai elemen kedua, yaitu Elemen Persiapan Perjalanan. Dimana Brebes termasuk daerah yang aksesbilitasnya cukup baik. 

Selanjutnya tinggal bagaimana dengan perjalanan dari stasiun ke lokasi wisata itu sendiri. 

Dari Stasiun Tegal, saya dan rombongan dijemput oleh pihak panitia. Karena harus menunggu beberapa jam sampai jemputan datang, kami memutuskan untuk melakukan eksplorasi singkat di lokasi seputaran stasiun. 

Awalnya kami mengira, lapangan terbuka becek yang dipenuhi dengan tenda pedagang dan wahana permainan anak merupakan Alun-Alun Kota Tegal. 

Salah satu teman blogger nyeletuk, "kok gini amat ya, alun-alunnya." Ternyata beberapa jam kemudian kami baru mendapatkan jawaban yang sebenarnya. 

Penjemput kami, dua orang yang ngakunya kembar dan pandai bicara berbagai bahasa dari penjuru nusantara, mengajak kami mengenal lebih dekat kota yang sedang kami datangi. 

Mulai dari Alun-Alun Tegal yang ternyata megah; "Lhoo, ini malah alun-alunnya. Siapa coba tadi yang bilang kalau alun-alunnya jelek?", sampai mengenalkan pada kami asal muasal kata Brebes, hewan apakah Blengong itu, dan jenis makanan apakah Glabed itu. Semua dilakukan selama perjalanan dari stasiun menuju ke lokasi Forum Komunikasi Deswita di Desa Kaliwlingi. 

Oh ya, sebelumnya mereka juga membawa kami mengitari Alun-Alun Brebes. Kesan pertama mengenai Alun-Alun Kota Tegal yang kurang tertata, 'mau wisata apa sih, di Brebes?', perlahan terkikis oleh kehangatan yang mereka ciptakan. 

Besok pasti banyak hal yang lebih menarik, begitu pikir saya. Kami pun jadi terslimur kalau sudah capek menunggu berjam-jam karena sepanjang perjalanan keduanya membuat kami tertawa terus. 

Tiba di Pendopo Mangrove, sudah sangat malam. Sepertinya kami melewatkan acara pembukaan dan selanjutnya sudah tidak ada kegiatan apa-apa. Jadi setelah mengisi buku tamu dan mendapatkan souvenir berupa kalung berbandul capit kepiting, kami langsung diantarkan ke homestay

Ini kali kedua saya menginap di rumah penduduk ketika travelling. Kesan yang bisa saya tangkap dari homestay di Desa Wisata Mangrove Sari adalah bahwa para penduduk setempat sudah cukup siap dan sigap menerima tamu wisatawan. 

Tempat tidur sudah disiapkan dengan cukup rapi, sarapan pagi berupa ikan goreng, telur dadar, dan sambal kecap juga sudah siap ketika pagi hari perut kami kelaparan. 

Sampai di sini, perjalanan awal sejak dari Stasiun Tegal hingga tiba di homestay sudah memenuhi unsur ketiga dari elemen pariwisata, yaitu Elemen Pengalaman. 

Having a new sensation: tidur di rumah warga dan berbaur dengan kebiasaan masyarakat setempat. 

Selanjutnya, di pagi hari pertama, mari kita lihat apakah Desa Wisata Mangrove Sari memiliki pull factor dengan berbagai faktor pendukung, seperti kemudahan aksesibilitas, amenitas, kearifan lokal, dan faktor keamanan yang mendorong seseorang (push factor) melakukan suatu perjalanan. 

Aksesibilitas 

"Eh, ini gimana kita balik lagi ke Pendopo semalem buat ikut ngumpul pas acara?" ujar salah seorang teman blogger sambil menunggu giliran mandi pagi. 

Salah satu teman yang lain, yang ditunjuk sebagai koordinator berkata, "tenang nanti kita dijemput ke Sanggar jam delapan". 

Sebagai tamu undangan, jaminan untuk diopeni pasti membuat tamunya tenang. Namun, bagaimana kondisinya jika pengunjung datang bukan bertepatan dengan adanya kegiatan. Atau mereka memang benar-benar datang untuk berwisata. Tentu saja moda transportasi harian dari rumah warga sebagai homestay ke spot wisata harus menjadi perhatian. 

Kemarin, saya lupa bertanya mengenai hal ini. Tapi kalau boleh memberi masukkan, moda transportasi seperti sepeda yang disewakan bisa jadi pilihan. Jadi saat pengunjung menginap di homestay dan ingin jalan-jalan, mereka bisa menyewa sepeda dari penduduk setempat. 

Setelah rombongan bergabung, kami pun dijemput menuju ke sanggar, dimana acara forum komunikasi desa wisata yang dihadiri oleh pokdarwis dari berbagai daerah di Jawa Tengah berlangsung. 

Ada dua hal yang paling membekas dari kegiatan tersebut di ingatan saya. 

Pertama, saya mau meminjam satu kata milik Pak Auky alias Bang Bas; GILA! Iya gila banget, waktu Pak Hadi presentasi mengenai site plan Desa Wisata Mangrove Sari beserta track hutan mangrove-nya saya langsung bergeleng-geleng. Beneran mau dibuat seperti itu? Setengahnya saya berdecak kagum karena perencanaan yang dilakukan sudah begitu matang, setengahnya lagi merasa nggak yakin, takutnya rencana itu ketinggian banget untuk sebuah desa wisata, di Brebes lagi. 

Saya pun melirik catatan soal singkatan dari kata GILA : Gerakan Insan Lestarikan Alam yang dilontarkan Pak Auky. Memang dari paparan presentasi Pak Hadi, sudah ada beberapa upaya untuk memperbaiki kondisi desa yang pantainya nyaris kena abrasi karena kurang bijaknya mengelola ekosistem tambak. Antara lain dengan kegiatan kontruksi dan regulasi, vegetasi dan rehabilitasi, serta pendekatan sosial ekonomi dan budaya. Tapi karena belum melihat dengan mata kepala sendiri, jadi rasanya masih belum percaya. 

Blogger memang ngga seharusnya duduk manis menyimak presentasi. Blogger itu harus eksplor. 

Hutan Ekowisata Mangrove Sari 

Cuss, GILA, 'gali ide langsung action'. Rombongan blogger dikawal Pak Auky yang super talkative dan informatif langsung menggiring kami keluar dari sanggar menuju spot wisata pertama, yaitu Wisata Taman Mangrove Pandansari. 

Setelah berkendara selama kurang lebih setengah jam kami pun tiba di Dermaga Pandansari. Di titik inilah rasa pesimis kami runtuh sedikit demi sedikit, berganti dengan sebuah harapan.

Welcome To The Jungle Track

Biar nggak salah langkah


Jembatan Cinta

Gardu Pandang Pertama 


Baru saja masuk ke dermaga, beberapa teman blogger sudah ada yang komentar, "Wow, kalau kayak gini sih, apa yang dipaparkan Pak Mashadi tadi sangat-sangat mungkin terwujud". Atau komentar lainnya, "Ini jauh banget dari apa yang kubayangkan soal tracking di hutan mangrove", dan lain sebagainya. 

Apa yang terbayang di benak saya ketika berada di sanggar seketika langsung berubah saat kami menaiki perahu. 

Sejauh mata memandang tampak perairan luas dengan ranting-ranting bakau mencuat dari permukaan. Rasanya nggak percaya kalau saya sedang berada di Brebes. Rasa kagum yang hampir full itu pun saat kami belum sampai di trekking mangrove-nya. 

Saat perahu menepi di dermaga, perjalanan menuju ke trekking mangrove pun dimulai. Ini bukan sekadar trekking pendek seperti yang pernah saya datangi di tempat lain. Sampai nggak tahu harus menggambarkannya seperti apa, yang pasti hutan mangrovenya sangat luas, berhektar-hektar. 

Kembali ke poin aksesibilitas. Dengan pengalaman saya menyeberang menggunakan perahu yang perjalanannya cukup mulus maka dua elemen baru, yaitu pengalaman baru dan kemudahan akses langsung tercentang. 

Amenitas 
Amenitas adalah segala sesuatu yang terkait dengan fasilitas yang seharusnya tersedia di tempat wisata, seperti akomodasi, toilet umum, tempat makan, signage, tempat belanja dan oleh-oleh, pusat informasi untuk wisatawan. 

Dari semua aspek tersebut, dapat disimpulkan bahwa Hutan Ekowisata Mangrove Sari sudah memiliki segenap aspek yang disebutkan. Saat menyusuri hutan, kami bisa melihat signage yang cukup informatif bagi pengunjung. 

Dengan memperhitungkan spot-spot selfie sebagai daya tarik wisata kekinian, signage yang ada bisa berpadu apik dengan spot selfie

Tempat makan atau warung makan tersedia di sepanjang track dengan harga makanan yang terstandar dan dipantau oleh pihak pengelola, pilihannya pun cukup beragam. Ada pula toko-toko yang menjual souvenir dan barang-barang yang dibutuhkan oleh wisatawan, toilet dan mushola pun tersedia. Kemarin saya tidak terlalu memperhatikan apakah juga terdapat pusat informasi untuk wisatawan. 

Kearifan Lokal 
Kearifan lokal merupakan faktor yang sangat menentukan, karena daya tarik yang bagus, amenitas yang baik, dan aksesibilitas yang mudah akan menjadi sia-sia tanpa sikap penduduk yang ramah, kompeten, dan positif terhadap kegiatan pariwisata itu sendiri. 

Tadi di depan, saya sudah menyinggung bahwa ada dua hal yang paling membekas di ingatan saya mengenai kunjungan ini, pertama diwakili oleh kata GILA yang dilontarkan Pak Auky, yang kedua adalah karena saya begitu terkesan dengan keramahan orang-orang yang saya temui di sana. 

Human, merupakan kekuatan pariwisata di Kabupaten Brebes. 

Bayangkan apa jadinya ketika penjemputan, saya tidak dijemput oleh dua orang yang ngaku-ngaku kembar--yang sampai saat ini saya belum berhasil mengingat namanya --yang bercerita banyak hal soal Brebes. Keduanya adalah duta pariwisata yang bisa meniupkan jiwa kepada sebuah tempat, sehingga pengunjung tertarik untuk mengenal jiwa itu lebih dekat. 

Bayangkan jika perjalanan menyusuri hutan mangrove tidak ditemani oleh seorang tour guide handal seperti Pak Auky. Kami mungkin hanya akan mendapatkan lelah saja. 

Perjalanan dengan beliau membuat berhektar-hektar pepohonan bakau meniupkan kisahnya. Dari yang konyol, seperti konon propagul pohon bakau jika dimakan oleh kaum pria bisa mendongkrak stamina, hingga akhirnya kami pun jadi punya tagline khusus, yaitu salam dua senti. Sampai kisah yang saintifik, seperti bagaimana membedakan ikan glodok dan glanyar yang sering berantem di atas permukaan lumpur, dan bahwa buah mangrove bisa menghasilkan pati yang menjadi bahan baku pembuatan dawet. 

Buah Mangrove yang bisa diolah jadi pati

Dari sini nih, salam dua senti muncul. 


Untuk mendapatkan sensasi baru yang memberikan efek refreshing, para wisatawan dapat memilih daya tarik dari semua faktor pendukungnya yang bersifat alami (given) atau buatan manusia (man made). 


Daya tarik alami yang dimiliki Kawasan Ekowisata Hutan Mangrove Sari adalah 1, 8 km sabuk hijau dari masifnya rumpun mangrove, pemandangan Gunung Ciremai dan Slamet yang terlihat dari kejauhan saat mengendarai perahu serta luasnya tambak yang berbatasan dengan Laut Jawa. 

Sementara daya tarik buatan manusianya berupa jalur trekking, jembatan cinta, menara pandang, dan berbagai aksesori yang mempercantik area hutan bakau. 

Namun, bagi saya daya tarik yang paling melekat dalam ingatan adalah keramahan dari setiap orang yang berperan sebagai duta wisata, baik itu penduduk setempat, maupun tour guide-nya. 

Positive attitude terhadap kegiatan pariwisatanya sendiri begitu terasa, sehingga mimpi besar untuk menjadikan Kabupaten Brebes sebagai sebuah destinasi wisata nasional tidak terasa mengawang-awang karena setiap insan yang terlibat di dalamnya saling berpegangan tangan dan melangkah bersama-bersama demi kemajuan pariwisatanya. 

Sekian dulu bagian pertama dari kisah perjalanan saya ke Brebes. Episode berikutnya, saya akan menuliskan kembali kisah penyeberangan kami ke Pulau Cemara, kuliner khas Brebes, dan potensi lainnya. See you soon.

8 comments:

  1. Brebes membuatku ingin kembali , eaaa....

    Pengen mengeksplor destinasi wisata lain di sana. Salem, Kaligua.
    Yuuuks

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yuuks, yg kmrn masih kurang yaa. Aku juga pingin ke Ranto Canyon

      Delete
  2. Surga yang tak terduga jadi tempat wisata baru. Aku yakin Desa Pandansari bisa menjadi muka baru wisata di Brebes. Banyak teman2 dan saudaraku yang nanya gara2 melihat foto2 yg udah aku share hihii

    ReplyDelete
  3. Wah asyik dan seru, tak mengira brebes menyimpan potensi wisata yang bagus, sering lewat kalau pulang bandung, sayang kemarin gak bisa ikutan, ke ponorogo, tapi Alhamdulillah juga kemarin cancel ke ponorogo dan jumat, sabtu, minggu, dan seninnya dapat berita kudu pindah jakarta 😀, jadi dari selasa pe besok-besok masih ngurusin pindahan 😁

    ReplyDelete
  4. Seru banget y mbaaa...langsung pengen ke sana lagi dg kelg niih...

    ReplyDelete
  5. ejie ga naik sama sekali ke gardu pandang 2 2 nya..
    hehhehee adem ga diatas?

    ReplyDelete
  6. Aku juga kaget banget melihat perkembagan wisata di Brebes... GILA! Luar biasa. Yakin deh mau balik lagi ke sana dan eksplor lebih banyak lagi. Kaligua, Ranto Canyon, Malahayu, Salem apa lagi ya? Yuklah!

    ReplyDelete

Powered by Blogger.