Pengaruh Bullying Terhadap Imunitas Mental

Pengaruh Bullying Terhadap Imunitas Mental

Bullying atau perundungan, sebuah pengalaman emosional yang menyisakan residu negatif pada perkembangan kepribadian ternyata memiliki pengaruh pada imunitas mental setelah kita beranjak dewasa. Ini masih sebuah hipotesis yang belum diuji, merupakan catatan dari berbagai pengalaman yang bisa jadi memiliki kesamaan dengan kalian yang pernah mengalami perundungan di masa anak-anak sampai remaja.



Puluhan tahun telah berlalu, bahkan ingatan tentang kejadian perundungan itu mungkin sudah mengabur, tapi tanpa sadar ada bekas luka yang bisa jadi tak pernah sembuh. Terbawa hingga usia dewasa.

Menelusuri Jejak Luka Perundungan. 


1. Orang terdekat, paling mungkin melakukan perundungan tanpa disengaja. 




Sebagian besar cerita perundungan seringnya soal kisah-kisah tertindas di sekolah. Ada anak yang lebih 'powerful' merisak anak-anak yang tampak lemah.

Namun, perundungan tidak selalu terjadi di sekolah. Lingkungan rumah dan keluarga bisa menjadi tempat perundungan. Perundungan jenis ini memiliki jejak luka yang lebih dalam dan sulit disembuhkan karena melibatkan pola asuh.

Biasanya, pelakunya adalah orang tua terhadap anaknya. Ingat bahwa perundungan juga dapat dilakukan oleh pihak yang merasa lebih superior kepada yang inferior, yang powerful kepada yang lemah.

Meski hubungan ortu-anak seharusnya didasari oleh kasih sayang yang tulus, tetapi pada dasarnya pihak orang tua berada di posisi superior, bisa mengontrol, dan lebih powerful ketimbang si anak.

Posisi ini tanpa disadari dapat memicu konflik perundungan tanpa sengaja. Pemberian julukan yang kurang bagus pada anak, misalnya. Atau yang lebih buruk dari itu adalah melakukan pembandingan dengan anak lain.

Mungkin awalnya orangtua hanya bermaksud memberikan motivasi dengan menunjukkan contoh pembanding : "Si A tuh, pinter banget itungan, nilainya selalu bagus meski ngga belajar. Lhaa, kamu sudah diajarin berulang-ulang, nilaimu masih aja di bawah garis kemiskinan...."

Perundungan yang melibatkan fisik juga sangat berbahaya bagi perkembangan emosional dan imunitas mental anak di masa depan.

Hukuman fisik berupa pukulan akan dianggap wajar jika itu dilakukan orangtua terhadap anak. Anak merasa ia memang harus menerima perlakuan tersebut karena sikapnya.

Perundungan yang terjadi di rumah juga sering dianggap hal wajar oleh korban, karena anak biasanya mempersepsi orangtua sebagai pihak yang memiliki otoritas hingga boleh saja tanpa sengaja merundung.

Di sinilah letak peran orangtua untuk menyadari apakah tindakannya menjurus pada perundungan, atau bagian dari pendidikan dan pengasuhan yang memiliki dampak yang baik.

2. Hampir sama dengan perundungan yang dilakukan di lingkungan rumah, perundungan yang dilakukan oleh pihak yang memiliki otoritas di sekolah juga berdampak serius. 

Lagi-lagi, perundungan jenis ini termasuk yang memiliki kemungkinan diterima secara wajar oleh korban.



Guru dianggap memiliki kontrol terhadap muridnya, hingga jika ada hal-hal yang sifatnya merisak atau merundung murid tanpa sengaja, murid mewajarkan hal tersebut.

Guru memberi cap 'bodoh' atau lemah di mata pelajaran tertentu misalnya, jika tidak disampaikan dengan encouragement yang baik akan berpotensi menurunkan rasa percaya diri murid.

Kedua bentuk perundungan yang pelakunya adalah sosok familiar, memiliki kedekatan dan kontrol, serta merupakan sosok yang memiliki otoritas menimbulkan luka psikologis yang lebih sulit disembuhkan karena sering  tidak disadari oleh korban sebagai tindakan bullying.

Karena secara tidak langsung ada sebentuk penerimaan terhadap situasi dirundung, yang terjadi pada korban biasanya adalah menurunkan standar konsep dirinya.



Menurunkan standar konsep diri inilah yang kemudian berbahaya bagi imunitas mental karena korban membangun 'self talk' dimana ia memiliki persepsi bahwa dirinya memang seperti apa yang dikatakan perundung kepadanya.

Jika perundungannya bersifat verbal, (verbal bullying) kalimat yang menurunkan standar konsep dirinya mungkin akan diinternalisasi sebagai sifat miliknya. Misalnya, percaya bahwa dirinya bodoh, susah diatur, atau tanpa sadar menyetujui 'julukan negatif' yang diberikan orang lain.

Inilah yang kemudian membuat korban justru memberikan penilaian diri di bawah standar, atau secara tidak sadar merasa rendah diri.

Salah satu imunitas mental yang diserang dari korban menyebabkan ia tumbuh menjadi sosok yang selalu mencoba menyenangkan orang lain, yes man, dan mudah diombang-ambingkan oleh pendapat orang lain.

Standar konsep dirinya sulit sekali dibangun berdasarkan hal-hal yang objektif ada dalam dirinya sendiri. Biasanya, korban bullying di usia anak, akan terus mengembangkan konsep diri yang buruk hingga dewasa.

Berikut ini tanda-tanda melemahnya imunitas mental karena pernah menjadi korban perundungan dengan jenis dua kasus di atas :


1. Sangat sulit mengenali kelebihan diri sendiri, dan perlu pengakuan dari banyak orang terlebih dahulu tentang kelebihan diri sendiri.

2. Kesulitan untuk mengenal kelebihan diri sendiri membuat korban lebih suka mengimitasi kelebihan orang lain. Biasanya pribadi copy cat lahir karena ketidakmampuan mengenal self worth-nya.


Memaksakan diri sendiri menjadi hebat seperti orang lain adalah salah satu yang merusak imunitas mental karena korban biasanya sulit menerima dirinya jika tidak seperti orang lain yang dianggap hebat.

Biasanya pribadi seperti itu mudah tersinggung, sulit untuk bahagia atas pencapaian orang lain, dan mudah mengidap FOMO fear of missing out, suatu tekanan untuk selalu bisa mengikuti apa yang sedang tren di lingkungan sosialnya.

3. Menghabiskan banyak waktu untuk mencari validasi sosial. Karena lebih banyak melihat apa yang disukai orang banyak ketimbang dirinya sendiri, korban biasanya akan tumbuh menjadi sosok yang lebih mudah mengikuti kemauan orang lain untuk menyenangkan orang lain. Hal ini dilakukan agar dirinya merasa diterima secara sosial.

Di lingkaran pertemanan kita, atau mungkin kita sendiri sempat atau ada yang merasa pernah mengalami kondisi tersebut bukan? Ya, secara tidak langsung perundungan bisa melemahkan imunitas mental. Tetapi kabar baiknya, kita bisa melakukan self healing untuk melepaskan residu negatif akibat perundungan.

Beberapa solusi self healing bisa dibaca dalam jurnal self healing di sini. Semoga tulisan ini bermanfaat.

13 comments:

  1. Orangtua sebagai perlindungan pertama bagi anak, justru tanpa sengaja bisa membully ya, Mbak. Mungkin harus ada sosiaslisasi edukasi bagi orangtua tentang hal tersebut, karena imbasnya dalam dan lama bahkan seumur hidup :)

    ReplyDelete
  2. Aduuh, padahal itu sering banget terjadi. Ternyata efeknya panjang ya bagi si anak. Kadang aku pun tanpa sadar berucap yang melemahkan mental anak. Astaghfirullah.

    ReplyDelete
  3. Tak hanya teman atau sebaya, orang tua dan guru pun bisa menjadi pem-bully tanpa disadari ya.. Duuh,menyedihkan sekali. TFS tulisan keren ini mba.. Jadi lebih membuka wawasanku ttg bullying ini..

    ReplyDelete
  4. Ortu kdg scr tidak sadar melakukan bully juga ya mb...kasihan ya aplg klu anak sampe kesulitan menilai kelebihan dirinya sdr

    ReplyDelete
  5. Bully ini memang berdampak ke mental ya. Self healingnya juga gak bisa instan, semuanya butuh waktu.

    ReplyDelete
  6. Hohoho memang ortu kadnag secara tidak sadar sudah melakukan perundungan terhadap anaknya sendiri dengan membanding-bandingkan kelebihan anak lain, aku juga pernah dulu jaman masih sekolah tapi akunya ndableg jadi nggak mempan hehehehe

    ReplyDelete
  7. Setuju banget mbak bullying tu memang melemahkan mental banget. Dari pengalaman butuh waktu yg ga sebentar untuk menguatkan mental kita lagi

    ReplyDelete
  8. Ternyata sumber perundungan itu tak hanya dari teman sekolah atau teman sebaya ya. Bahkan orangtua dan guru pun bisa melakukannya. dilematis juga ya, padahal justru kedua pihak inilah yang menjadi andalan untuk bikin kondisi zero bullying bagi anak-anaknya.

    ReplyDelete
  9. penyembuhan luka karena bullying jauh sangat sulit, karena luka dn bayangannya bs terbawa sampai dewasa :(

    ReplyDelete
  10. Masih terus berusaha menerima setiap kelebihan dan juga kekurangan yang dimiliki masing-masing anak. Apalagi punya abk harus bisa melihat ke banyak sisi kelebihannya. .

    ReplyDelete
  11. Hiks. Aku kecil dulu juga sering dibully orang2 dekat, bukan orangtua tapi saudara2 ���� bener, kerasa sampai sekarang. Alhamdulillah pelan2 bisa mulai mengikhlaskan peristiwa dulu. Semoga nggak kejadian lagi ke anak cucuku. Aamiin

    ReplyDelete
  12. Anak bungsuku pernah mengalami perundungan secara fisik dari guru perempuan. Pas aku lapor ke sekolah dan si guru mendapatkan teguran dan surat peringatan, anakku masih mendapatkan intimidasi dari guru tersebut. Sembuhnya lumayan lama. Tapi dua tahun kemudian anakku bilang kalau sudah memaafkan si guru.

    ReplyDelete
  13. Nah, ini yang terjadi pada anakku dulu, dibully sama gurunya. Tapi bukan anakku aja yang jadi korban karena tiap tahun selalu terjadi. Cuma kejadian dengan anakku yang bikin akhirnya si guru ini mendapat peringatan. Tahun berikutnya, guru kelas Naufal ini akhirnya turun kelas, mengajar di kelas 3 dan dalam pengawasan.

    Aku sendiri menyembuhkan anakku dengan banyak cara, termasuk memotivasi agar tetap perdaya diri. Bahwa ia memiliki kelebihan yang tak semua orang punya. Alhamdulillah setahun kemudian dia bisa memiliki prestasi di bidang kesukaannya

    ReplyDelete

Powered by Blogger.