Delapan Pembelajaran Setelah Memasuki Usia 40-an

Delapan Pembelajaran Setelah Memasuki Usia 40-an

Semakin bertambah usia, waktu bakal terasa makin cepat berlalu. Pernah membaca penjelasan ilmiah soal waktu yang terasa makin cepat, tapi karena rumit, jadi terlupakan. Kapan-kapan kita kutip penjelasan tentang itu ya. Delapan pelajaran ini bukan temuan saya sendiri, ini hasil membaca di beberapa buku atau artikel daring, kemudian saya susun kembali dengan bahasa dan sentuhan pengalaman serta pemikiran sendiri.  Ini beberapa pembelajarannya :


1. Rangkul Proses Perjalanan Diri.

Pertama, di usia 40-an, harus udah sadar banget hidup ini serangkaian perjalanan dengan titik-titik kecil sebagai tujuan. 

Most of our life will be spent in the journey, not the destination
Intinya gitu. 
Kalau kita hanya mengantungkan rasa bahagia pada tujuan-tujuan, apalagi jangka pendek, sudah bisa dipastikan, hidup kita nggak bakal happy-happy amat. 

Justru karena tahu hidup ini marathon, dan puanjaaaang, maka berlatih untuk menikmati perjalanan adalah kunci agar bisa lebih menghargai kehidupan. 

Dan ingat-ingat terus, kebahagian itu hasil latihan. Latihan buat selalu tarik napas-buang dan bersyukur di setiap titik-titik, atau conecting the dot-nya perjalanan kita. 
Rangkul Proses Perjalanan Diri.


2. Berani Membuat Lompatan.

Berani Membuat Lompatan


Di usia 40an, udah nggak saatnya kebanyakan mikir kalau mau melakukan sesuatu. Di tambah lagi di usia ini seharusnya kita sudah benar-benar tahu tujuan hidup kita. 

Visi-misi-goal pasti udah disesuaikan dan setiap lima tahun pastinya kita perlu merefleksikan ulang apa yang perlu dilepaskan apa yang perlu dipertahankan. Jadi hal-hal yang memang nggak ada di peta perjalanan, ya udah nggak usah dikasih energi lebih.

Untuk beberapa hal yang memang menjadi bagian dari visi-misi-goal sudah selayaknya itu menjadi bagian yang kita kerjakan sehari-hari. Karenanya untuk hal-hal baik dan mendukung terwujudnya goal, udah nggak masanya kelamaan mikir. Apalagi nunggu semua sempurna baru memulai. 

Percayalah momen memulai sesuatu saat semua sudah sempurna nggak bakal terjadi. Jadi, lakukan apa yang memang selaras, kemudian perbaiki sambil jalan apa yang melenceng dari tujuan.

Spend too much time thinking about “what ifs” and you’re just going to delay the action. None of us can predict what the future holds and no matter the outcome, have confidence in yourself that you can handle it. 

Often the hardest part is letting go of expectations of what things “should” be or succumbing the trap of perfectionism, when what we really need to do is let down our walls, invite possibility of failure in and ACT.

3. Be Intentional and Live Powerfully

Be Intentional and Live Powerfully


Ini masih terhubung dengan poin kedua di atas. Sepanjang hidup kita pasti pernah memikirkan apa yang sebenarnya ingin kita capai, bukan? 

Di usia 20-30an mungkin beberapa pencapaian jika dilihat dari teropong usia saat ini, terasa dangkal dan hanya untuk keinginan sesaat. 

Tetapi kita juga tanpa sadar berhasil melampaui dan mencapai hal-hal yang benar-benar kita butuhkan. Kita memikirkan, dan mati-matian mengejar keinginan, namun tanpa sadar yang berhasil terpenuhi adalah kebutuhan-kebutuhan__dan diam-diam, niat terdalam kita selama ini. 

Maka agar tidak menyesal mendapati apa yang dulu begitu kita inginkan, saat ini sudah kita tinggalkan, maka duduk diam sejenak untuk memahami niat kita menjadi penting di usia 40-an ini.

Sesimpel, saat membuat konten: apa tujuanku bikin konten ini? Apa niat terdalamnya? Apa ini akan membuat salah satu tujuan hidupku tercapai? Dan lebih penting lagi, ridhokah Sang Pencipta dengan apa yang kulakukan ini?

Bisa dibilang memasuki usia 40-an kita akan lebih selektif dalam mengeluarkan 'energi' apa-apa yang tidak lagi selaras dengan diri harus pelan-pelan mulai ditinggalkan. 

Maka perlu sering-sering menengok dan meluruskan niat. Ini sebenarnya buat apa ngelakuin ini? 

Kita perlu lebih intentional terhadap waktu, uang, dan perilaku kita. Pun semakin sadar kenapa kita memilih melakukan training ini atau belajar hal ini? Kenapa kita memilih teman atau orang tertentu untuk hadir di kehidupan kita?

Seek to find the “Why” behind everything. Be present, refine your skills, choose to respond vs. react, and expand your thoughts and comfort zones. Increase focus on creating the experience rather than letting things happen to you.

4. Discipline Equals Freedom

Discipline Equals Freedom


Tulisan tentang disiplin bisa dibaca di sini ya. Intinya semakin kita mahir melatih diri kita untuk melakukan beberapa kompetensi semakin bebas diri kita. 

Tapi kebebasan nggak didapatkan dengan gratis, ini didapatkan dari hari-hari penuh pengorbanan. 

Sekarang bisa nulis artikel 10 menit, karena setahun lalu berusaha disiplin setiap hari membaca buku sepuluh halaman, dan latihan menulis setiap malam.

Sekarang bisa lari dengan Pace 5 dan bisa mendaki gunung X, karena sebulan lalu kita melatih otot untuk rutin lari seminggu tiga kali. 

Kebebasan selalu dibayar dengan kedisiplinan, dan kedisiplinan bisa hadir jika kita memilih melakukan apa-apa yang memang selaras dengan diri. 

Discipline means taking the hard road—the uphill road. To do what is right, for you and for others so you can achieve the greatness you have envisioned for yourself. It will put you on the path to strength, health, intelligence and happiness. And most important, discipline will put you on the path to freedom.

5. Kamu Adalah Apa Yang Kamu Pikirkan 

Ghandi pernah berkata:

“Your beliefs become your thoughts,

Your thoughts become your words,

Your words become your actions,

Your actions become your habits,

Your habits become your values,

Your values become your destiny.”

Pernah ketemu atau berinteraksi lama dengan seseorang yang sudah berusia 40 tahun lebih, tapi suka memposisikan diri sebagai korban atau punya victim mind. Kerjaannya ngeluh dan kayaknya susah banget lihat segala sesuatu dari kacamata solusi? 

Kalau iya. Run! Nggak perlu berinteraksi terlalu lama karena bisa merugikan kamu sendiri. 

Pernah dengar juga kan kalau karakter buruk yang tidak diperbaiki di usia sebelum 40 tahun, dan ketika ia sudah memasuki usia tersebut maka bisa disimpulkan bahwa itulah karakter asli yang akan menetap sepanjang hidupnya. 

Your thoughts control your body and your body reciprocally controls your thoughts. If you’re feeling sad, try putting a smile on your face, even if it is the last thing that you want to do. 

Fake a smile, and feel how your body starts to feel lighter. Sometimes a change in our physical state is all that it takes to create a change in our mental state. Smile more, laugh more, and don’t take life so seriously.

Kamu Adalah Apa Yang Kamu Pikirkan


6. Kegagalan Terjadi Karena Kita Berhenti 

Di masa remaja kita bisa ganti hobi atau ketertarikan seratus kali dan kembali melakukannya kembali tanpa merasa bersalah. Saat kuliah kita mungkin ganti judul skripsi atau tesis, mana yang paling mungkin diselesaikan.

Di masa dewasa awal kita mungkin mencoba berbagai jenis pekerjaan sampai menemukan yang paling pas. Kadang, bukan soal gaji atau titelnya. Bisa juga soal lingkungan dan pertumbuhan diri. 

Apa yang kita tinggalkan bisa menjadi pembelajaran atau mengubah perspektif diri. Tapi menyerah kadang-kadang bukan solusi terbaik, karena di usia 40-an kita akan mengulang pembelajaran berulang kali sampai paham benar kenapa itu terjadi.

Kenapa diulang? Bisa jadi karena Tuhan memang ingin kita mengerjakan hal-hal tersebut, dan Dia ingin kita benar-benar belajar. Kadang solusi dari hal yang sulit bukan berhenti tapi menggeser-geser perspektif agar menemukan solusi baru. Mungkin bisa jadi kapasitas dan kapabilitas kita yang perlu diperbesar.

Kegagalan Terjadi Karena Kita Berhenti


Menyerah hanya boleh dilakukan saat kita sudah optimal mengerjakan apa yang menjadi bagian kita, sementara hasil adalah ranah milik Pencipta, dan kepadaNyalah kita berserah terhadap hasil akhir.

7. Trust Your Intuition

Sadar nggak kalau di usia 40-an feeling kita makin kuat. Intuisi kita makin tajam karena kita sudah memasukkan pengalaman ke dalam ilmu pengetahuan yang sifatnya refleks. Kita mulai bisa memahami ada sesuatu yang nggak klik cuma dari sekali-dua kali ngobrol dengan seseorang.

Trust Your Intuition


Sinyal menghadapi sesuatu yang red flag juga makin kuat bunyinya, malah yang membuat kita mudah mengabaikan sinyalnya adalah keinginan untuk menunggu seseorang melakukan hal yang menurut kita baik. 

When something feels off, it is. Be in or be out. Let your yes be yes or your no be no. Be 100% in the relationship, in the job, in your travels, in your decisions. We all have that little voice inside us telling us what we should do; don’t be afraid to listen to it.

8. Never Compromise on Yourself

Never Compromise on Yourself


Di usia ini kita sudah berada di titik yang paling paham mana yang benar dan mana yang salah. Bahkan bisa membedakan mana yang, meski dilakukan bersama-sama dan oleh banyak orang padahal itu salah, dan mana yang hanya dilakukan oleh sangat sedikit orang padahal hal itu benar. 

Integritas diri adalah eksistensi kita yang sebenarnya. Apa pun yang kita capai sekarang akan dihisab kelak. Jabatan, harta, amanah, semua diminta pertanggungjawabannya. 

Makanya penting banget men-setting kompas moral kita di usia 40-an ini, supaya nggak rusak karena normalisasi. Lingkungan juga punya pengaruh kuat. Hal salah yang dinormalisasi di lingkungan pekerjaan atau keseharian akan membuat kita merasa santai saja melakukan kesalahan. 

Sudah sepantasnya di usia ini kita punya hal-hal yang nggak bisa dikompromikan. Kalau belum punya hal itu, kita perlu bertanya jangan-jangan ada yang salah dengan kompas moral diri. 

Tulisan ini disarikan dari sumber bacaan berikut : 

Referensi Buku Bacaan


No comments

Powered by Blogger.