JOMO, Cara Sederhana Melepas Kecemasan

JOMO, Cara Sederhana Melepas Kecemasan


Baru dua mingguan menjalani awal tahun 2021, belum juga kita bisa melepas kecemasan akan kapan berakhirnya pandemi, secara beruntun kita harus kembali mendengar kabar duka : kecelakaan pesawat Sriwijaya Air di perairan Kepulauan Seribu, meninggalnya para ulama, banjir bandang di Kalimantan Selatan, longsor di Sumedang, gempa bumi di Sulawesi Barat, belum lagi Merapi, Semeru, dan sejumlah gunung berapi yang meniupkan kabar siaga. Sederet berita yang membuat lambungan bola harapan kita di awal tahun, jatuh berdebum ke tanah. JOMO (Joy of missing out) sebuah cara sederhana untuk melepas kecemasan. 

Baru saja menyusun harapan di awal tahun, sebagian dari kita mungkin mulai merasa pesimis ketika belum apa-apa sudah dihadapkan dengan kabar-kabar tak menyenangkan di atas. 

Baru juga Januari, batin sebagian dari kita, gimana ke depannya? 

Kita memang nggak bisa mengendalikan agar segala sesuatunya bisa diawali dengan baik, bukan? 

Karena pada dasarnya, tidak ada hal yang sepenuhnya buruk, dan tidak ada hal-hal yang sepenuhnya baik. 

Kondisi baik, bisa membuat kita terlena dan kadang kehilangan kesempatan untuk belajar dan bertumbuh. 

Kondisi yang buruk, nggak menyenangkan, dan menekan, bagi sebagian orang justru membuat mereka lebih mudah belajar dan bertumbuh. 

Beberapa hari lalu, di awal minggu, saya janjian dengan PR salah satu hotel di Semarang. Rencananya beberapa hari lagi akan mengadakan sebuah gathering kecil dalam rangka ultah hotel, tetapi batal lantaran di Semarang kembali diterapkan PKM. 

Ia bercerita bahwa kondisi pandemi ini membuatnya memiliki waktu lebih untuk keluarga, dan sangat bersyukur karena nggak harus lembur hingga malam. Intinya, pandemi membuat ia memiliki waktu berkualitas untuk membersamai tumbuh kembang anaknya yang masih bayi. Hanya pada situasi pandemi ini jugalah, ia merasakan work-life balance

Nggak cuma sekali dua kali, saya mendengar orang yang mensyukuri kondisi pandemi ini. Yang artinya, alhamdulillah kita telah bertumbuh dalam kondisi yang sulit. 

Saya sendiri merasa amat-amat bersyukur, pandemi ini jadi semacam game changer buat pertumbuhan pribadi. Saya bisa lebih gentle memaknai pertumbuhan diri sesenti demi sesenti. Dan pertumbuhan tidak selalu soal materi. 

Kalau mau fokus sama materi doang, banyak kerjaan sosial media manajemen yang macet, invoice-nya ngga kunjung cair di tahun kemarin. Satu klien, off di tengah jalan, karena usahanya terimbas pandemi, dan beberapa klien nggak memperpanjang kontrak karena memang nggak ada bajet untuk maintain sosial medianya. 

Awal tahun, kami cuma punya satu desainer, yang diputuskan kerja dengan sistem freelance. Pekerjaan yang masih berjalan hanya dari klien-klien yang penjualannya memang bergantung pada website dan media sosialnya memang harus digenjot terus konten dan promosinya. 

Tapi semua itu kami syukuri. Kini ada lebih banyak waktu untuk menata kembali prioritas. 

Kalau dulu rasanya puas bisa multitasking ini-itu, kini mulai memilah lagi mana yang bener-bener harus diberi perhatian dan energi. 

Saya jadi bisa memikirkan mau investasi waktu, tenaga, dan materi ke yang mana. 

Dalam kerjaan, saya punya lima fokus(peran), yang bisa memecah energi. Semakin kepecah bakal semakin kecil energi yang diberikan. Jadi sebenernya multitask itu not a good things

Tiga peran bisa saling melengkapi, tapi yang satu sudah mulai turun fokus, energi, dan materinya, serta dua peran lagi, masing-masing juga bisa saling menguatkan, tapi yang satu masih belum disuntik investasi waktu, tenaga, materi. 

Ilustrasinya seperti terlihat di bawah ini ya. 

Grafik Batang Time & Energy Management


Balok ukuran paling besar, artinya dapat porsi waktu paling besar. Warna hijau, semakin tua semakin banyak dikasih perhatian dan menghasilkan, makin hijau tua warnanya makin cuan makin punya imbas positif.

Warna kuning sampai ke merah, udah mulai nggak disuntik fokus, energi, dan materi. Warna kuning ada di fase siap-siap untuk dilepaskan, kalau udah kemerahan tandanya udah beneran harus dilepaskan. Bisa karena emang udah nggak perform, atau bisa juga udah mulai nggak match sama kebutuhan diri. 

Tiap tahun selalu ada aja sih, momen kayak gitu. Tahun 2018 dan 2019 saya melepas beberapa hal dalam rangka slowing down life

Eh, terus apa hubungannya sama JOMO, sih. 

Quote about JOMO


Iya jadi, saat ini saya sedang menikmati momen JOMO demi melepaskan diri dari rasa cemas. 

Di luar sana rasanya udah terlalu bising, dan nggak semua informasi perlu saya tahu, karena nggak semua informasi berkontribusi baik untuk pertumbuhan diri sendiri. 

Slow living in the rural area


Menjadi JOMO mengizinkan saya untuk memilih dan memilah bagaimana merespon suatu stimulus/informasi.

Sederhananya, JOMO adalah bersikap seperlunya tahu. Tidak perlu berlarut-larut atau terlalu dalam menyikapi suatu hal. 

Mengizinkan diri sendiri untuk hanya merespon atau memberi atensi pada sesuatu sesuai kebutuhan dan porsinya. 

Sama kayak grafik batang di atas, nggak semua hal harus kita respon dengan kadar energi, fokus, dan materi yang sama. 

Kalau temen-temen nyadar, di dunia digital seperti sekarang, mata uangnya bukan cuma energi, tapi atensi. 

Atensi kita melototin sosial media selama berjam-jam itulah yang jadi komoditi. 

Salah satu hal menarik yang saya dapet dari film dokumenter, The Social Dilemma : 

Film Dokumenter The social dilemma


Jadi pinter-pinterlah ketika memberikan atensi. Nggak semua hal atau orang berhak mendapatkan atensi kita. 

Sesekali harus belajar dan menguasai teknik bersikap bodo amat, terutama dalam kehidupan bermedia sosial. 

Misal nih, kalau kalian nggak belum bisa melakukan sesuatu tentang Kristen Gray dari Amerika yang pindah ke Bali. So don't give a shit, like you're gonna make something different to the good sake of Bali aja. Nggak perlu komen, twitwor or nyimak-nyimak amat. 

Itu contoh kasar aja. 

Ngapain sih, kita ikutan ribet sama hal, yang kita sendiri nggak tahu mau kasih kontribusi positif apaan. 

Jangan karena FOMO, (fear of missing out) semua hal harus kita kasih perhatian, komen, dan kudu tahu banget. 

Kalau apa-apa harus dikasih atensi, kita bakal cepet capek, keburu kehabisan energi ketika harus mengerjakan sesuatu yang memang butuh fokus, energi, dan atensi. 

Ini zamannya kita harus picky, nggak apa-apa pasang standar tinggi, toh pada akhirnya kita akan menjaring orang-orang atau hal-hal yang match sama frekuensi kita. 

Kuncinya terus bervibrasi positif dan rise your bar high, jangan main di low frequency terus. 

Contohnya main di low frequency : mengeluh terus, komen negatif terus, gibahin orang melulu, dikelilingi toxic people, iri, dendam, susah move on dan memaafkan diri sendiri dan orang lain. 

Soal itu, bisa teman-teman baca di tulisan ini : 

Memory is energy

Mempraktekan JOMO ini menyenangkan dan menyehatkan jiwa lho, bikin kita yang awalnya merasa overwhelmed, bingung, nggak tahu harus ngapain atau kemana, jadi punya clarity

JOMO dan cara-caranya


Dan untuk menggambarkan kondisi saat ini, saya masih saja menyukai kutipan ini. 

Quote C.S Lewis


Relate banget sama manusia akhir zaman. Makin banyak temen dunia maya, makin sedikit sahabat sejatinya. Kalau udah nemu sahabat sejati, peluk erat-erat yah. 

Hargai juga orang-orang yang tetep ada buat kalian, meski nggak masuk ke inner circle

Saat ini, kalau ada temen yang bilang : kamu baik-baik saja, keluarga sehat-sehat, kan?

Jangan dianggap basa-basi.

Sungguh muatannya berarti banget di hari-hari gini. Sama kayak kalimat, "kalau udah sampai kabarin, ya."

Kita nggak pernah tahu siapa yang kelak benar-benar tetap berjalan bareng kita sampai akhir. 

Terima kasih buat atensi temen-temen yang meluangkan waktu baca tulisan ini, semoga ada manfaat baik yang bisa diambil, ya. 

11 comments:

  1. Setelah dulu baru tahu FOMO, sekarang baru tahu ada istilah JOMO, tapi setuju harus membatasi atau secukupnya saja

    ReplyDelete
  2. wah mbaaa, suka banget sama artikelnya ini, self-development banget ya. Aku selama ini tahu mindfullness dan lagi pingi n ngebiasain diri juga bijak bersosial media biar ga terlalu merasa attached sama social media tapi baru tahu istilah JOMO.

    ReplyDelete
  3. Yuni baru banget baca istilah ini. JOMO. Aku harus banyak-banyak membaca. Biar nggak kudet banget. JOMO nggak tahu. Padahal kayaknya menyenangkan banget ini.

    ReplyDelete
  4. I live as a JOMO since century ago hehehee..

    Hidup memang tak selalu seperti yang kita harapkan. Ada yang harus segera kita biarkan lewat agar energi kita tak mentok di sana. Biar diri kita sehat luar dalam dan bisa enjoy pada apapun yang terjadi di sekitar. Tidak mudah, tapi bukan berarti tidak bisa.

    Btw, aku tuh ga update loh soal Kristen Gray itu, selintas2 aja baca dan lihat pas nongol di tipi. Jan-jane dia tuh ngapain sih? :))

    ReplyDelete
  5. Noted nih mbak jomo, mmg di era digital ini kita hrs pinter2 mengolah semua informasi ya mbak biar g bikin bete..dan nyamanin diri kita aja biar jauh dr cemas.. kecemasan jg g baik u kesehatan y

    ReplyDelete
  6. Hahahaha, iya ya kenapa pada rempong ngurusi hidup orang lain? Dan kayaknya sekarang udah jadi kebiasaan banyak netizen, jadi sedih emang kalo buka sosmed. Untungnya sih aku udah lama banget cuek, JOMO sejak masih kerja. Nggak mau tahu urusan orang lain yang sekiranya aku gak ada kewajiban untuk tahu. As usual be happy. Seperti kata pepatah, ngurusi awake dewe wae gak rampung2, ngopi ngurusi wong liyo, hehehe

    Sehat sehat ya Nia sekeluarga, aamiin

    ReplyDelete
  7. Kayaknya perlu belajar dan cari tahu lebih bnyk ttg JOMO nih. Btw gara2 social dillema, jadi kepengin hapus akun IG tapi belum bisa. Tp belakangan ini udah mulai mencoba mengurangi scrolling untuk hal ga penting.

    ReplyDelete
  8. Thanks Mba Nia selalu memberikan hal-hal positif dan bermanfaat. Apalagi soal Jomo ini aku baru tahu. Tetap saling menyemangati ya Mba, harus lebih baik lagi nih diriku menerapkan JOMO

    ReplyDelete
  9. Iya, nggak semua hal perlu kita pikirkan dan komentari, kalau nggak relate dengan kita ya sudah biar nggak overthinking..sekarang main medsos malah menambah kecemasan lebih baik hindari...makasih artikel Jomo ini mencerahkan Nia..

    ReplyDelete
  10. Wew, pas banget ni dengan kondisi sekarang.
    Mana tau, pandemi ternyata selama ini. Hiks

    Great sharing, as always ^^

    ReplyDelete
  11. Aku baru tau kata Jomo mba, tyta singkatan dr joy of missing out.
    Spertinya hiduplu slama ini udh bnyal jomo drpd fomo. Slow life bgt gt lah, bnyak hak yg aku masabodo. Tmsuk yg kristen grey diatas, aq bodoamat 😂 ya sesekali baca ada apa sih dg org ini, oooh cukup tau aja

    ReplyDelete

Powered by Blogger.