Akhir Hidup Seseorang Adalah Inspirasi

Akhir Hidup Seseorang Adalah Inspirasi

Mengidolakan manusia maka bersiaplah untuk kecewa. Terinspirasi kehidupan manusia, secukupnya saja karena mereka tempatnya salah. Menjadikan seseorang inspirator juga rentan bergeser menjadi membandingkan diri karena ketika terinspirasi maka kita akan berupaya untuk menjadi seperti seseorang itu, kemudian mencari-cari apa yang kurang dari kita. Hingga tak dapat fokus pada apa yang sudah baik di dalam diri sendiri. 

Maka ketika menjadikan seseorang inspirator kita tidak boleh sepenuhnya menutup mata. Jadikan hati sebagai penglihatan kita karena hati bisa melihat apa yang tidak bisa dilihat oleh mata.

Tahun 2022, alhamdulillah biidznillah digerakkan dan dipertemukan Allah SWT dengan banyak sekali orang inspiratif. Bahkan ada beberapa orang yang saya harapkan dan sebut dalam afirmasi serta doa untuk menjadi mentor kehidupan dengan mudah didekatkanNya. 

Saya banyak belajar dari orang-orang ini. Lucunya, ada beberapa dari orang-orang ini yang sebelumnya sudah pernah berpapasan di jalan kehidupan sebelumnya, lalu di tahun-tahun ini jadi makin dekat dan lebih intens hubungannya. 

Dalam hal menjadikan seseorang inspirator, jujur tidak semua bagian dari orang-orang tersebut bisa kita contoh semua, ada hal-hal yang juga tentunya berlawanan dengan diri kita. 

Tapi justru dari hal-hal yang rasanya berlawanan dan berbeda ini, saya merasa bisa belajar lebih banyak. Kita sering takut dengan perbedaan sikap dan pendapat lalu mencari orang yang selalu memiliki kesamaan, akibatnya kita tidak belajar memperluas perspektif. 

Saya ingat sekali saat masih semester awal di Magister Profesi Psikologi dan diminta untuk menggambarkan kepribadian seseorang. Lucu sekali ketika dosen saya berkata bahwa, apa yang saya gambarkan tentang orang tersebut justru sebenarnya adalah diri saya sendiri. 

Ini menjadi sebuah refleksi panjang bagi saya untuk memahami bahwa seringkali apa persepsi kita tentang orang lain bisa jadi merupakan cerminan atau pantulan kepribadian diri sendiri yang kita pahami. 

Jika melulu hal buruk yang terlihat di dalam sosok orang lain, berhati-hatilah, sangat mungkin kita juga memiliki kualitas buruk yang sama. 

Ada salah satu kelebihan dari pribadi menurut beberapa rekan saya, yaitu mudah melihat sisi positif dari orang lain. Dan saya menyadari hal itu juga. Tapi menurut saya sendiri, ini lebih merupakan preferensi ketimbang sebuah kelebihan. 

Sikap seperti itu perlu dilatih, dan perlu waktu tahunan untuk melatih diri saya sendiri untuk bisa melihat orang lain dari sisi positifnya. Kadang semenyebalkan apapun orang itu, bahkan ketika ia dicap sebagai public enemy, saya masih bisa melihat sisi positifnya.

Mengapa preferensinya adalah selalu mencari dan melihat sisi yang terbaik dari setiap orang yang saya temui, sesederhana agar bisa belajar dari siapa pun. Bukan karena kemasannya, bukan karena siapa yang melakukan atau mengucapkannya. Tetapi karena apa yang diucapkan dan dilakukannya memang menggerakkan hati.

Saya ingin belajar menjadi lebah, bukan lalat. Karena jika saya lalat, maka yang dilihat hanya tumpukan sampah, dan mencari apa yang bau saja. Menjadi lebah agar dalam perjalanan dapat dipertemukan dengan sosok-sosok yang melihat bunga dan madu, bukan sampah yang bau. 

Lebah Versus Lalat

Ini juga latihan agar bisa mengenali sampah apa yang masih saya bawa kemana-mana. Ini akan saya bahas dalam tema 'shadow work' atau mengenali dark side diri sendiri di tulisan yang berbeda. 

Saat sebal dengan seseorang, membencinya, melihat kualitas yang buruk dari orang itu, saya mencoba menarik garis halus ke dalam diri, adakah saya juga memiliki kualitas yang sama dengan apa yang memantik rasa tidak menyukai orang tersebut?

Pernah saya mengajak seseorang kerja bareng bersama beberapa rekan, dan dia berkata tidak ingin bekerja dengan si X karena menurutnya si X ini orang yang ambis. Dalam guliran waktu, mungkin dia sendiri yang berkata begitu tidak menyadari bahwa ia juga sama ambisnya, kemudian Si X dan teman saya ini pada akhirnya justru tampak akrab dan berteman baik. 

Saya hanya tersenyum, membatin bahwa energi yang sama justru akan dipertemukan. Semoga kalian dipertemukan karena energi baik ya. Lagipula tidak ada yang salah dengan ambisi selama porsinya pas dan tidak merugikan atau menumbalkan orang lain. 

Itu adalah salah satu bukti bahwa seringkali ekspresi ketidaksukaan kita pada seseorang adalah refleksi atau pantulan apa yang sebenarnya ada dalam diri kita sendiri.

Maka sukai seseorang secukupnya, benci secukupnya. Kita tidak pernah tahu kapan harus menjilat ludah sendiri yang bahkan sudah kering. 

Kita tidak pernah tahu sebercanda apa kehidupan, bisa jadi suatu saat kita harus kerja bareng atau ada urusan dengan orang yang kita tidak sukai.

Jika ditanya siapa orang yang paling bisa menginspirasi, saya bisa bilang bukan orang yang benar-benar tampak baik dan sempurna di mata orang kebanyakan. Justru kebalikannya. 

Dari orang-orang yang pernah bangkit dari keterpurukan rasanya lebih banyak cerita yang menginspirasi. Dari jiwa-jiwa yang terluka, saya belajar bagaimana mereka menyembuhkan dirinya. 

Beberapa waktu lalu, saya pernah menulis beberapa tokoh inspiratif yang menginsipirasi kita untuk berproses di tulisan tentang bagaimana membangkitkan semangat ini. 

Dalam perjalanan waktu, saya mulai belajar bahwa kita tidak pernah bisa mengidolakan manusia biasa yang masih hidup di dunia karena belum tahu bagaimana akhir hidupnya. 

Maka seiring waktu, hati ini mulai tergerak untuk me-modelling orang-orang yang memiliki akhir hidup yang baik. Saya pernah membuat micro blog tentang itu : 

Tujuan Hidup untuk Mati

Doa untuk Akhir Yang Baik


Dan baru-baru ini, saya menemukan tulisan ini.

Instagram Ummusza



Kalau ditanya, siapakah orang yang menjadi inspirasi. Mereka yang hidupnya berakhir baik, husnul khatimah. Semoga kita termasuk salah satunya. 


No comments

Powered by Blogger.