Growth Mindset Dan Ketakutan Akan Masa Depan

Kiat Membentuk Growth Mindset

Tulisan ini terinspirasi hasil polling yang direspon teman-teman di Instagram, plus ada satu respon yang cukup bikin mikir dari Mba Dian Ismayama (nanti saya tampilkan gambarnya). Selain itu, beberapa waktu belakangan ini banyak dapet cerita dari teman-teman, soal perubahan yang harus mereka hadapi di awal tahun ini. Beberapa orang merasa perubahan yang harus dihadapi tersebut menakutkan, sebagian lagi merasa memang sudah waktunya berubah. Dari pengalaman dan obrolan itu, saya buat tulisan tentang growth mindset dan ketakutan akan masa depan ini, sebagai catatan penyemangat buat saya sendiri dan siapa pun yang mampir ke blog ini. 

Kiat Membentuk Growth Mindset

Beda Growth Mindset dan Fixed Mindset
Perbedaan Growth Mindset (Hijau) dan Fixed Mindset (Merah)


Pandemi, atas izin Allah, mengajarkan kita untuk bersiap dengan perubahan. Tanpa perlu pengulangan cerita, menurut saya cukup banyak yang relate dengan kata perubahan. Sebutkan saja, dari mulai perubahan kerja kantoran ke kerja di rumah, dan banyaaakk lagi. Beberapa bisa diantisipasi, beberapa lainnya memberikan sensasi kejutan ; sakit, nyeri, perih, berbuah manis, dll. 

Cerita sedikit, tahun lalu saya pernah diminta membawakan tema webinar mengenai resiliensi khususnya untuk teman-teman pelaku UMKM.

From crisis to catalyst


Saat itu, saya membuat analogi bahwa teman-teman peserta webinar adalah 'biji', dan pandemi adalah tanah yang 'mengubur mereka

Ketika biji dikubur dalam kegelapan tanah, maka peluang terbesar biji tersebut adalah bertunas dan dan bertumbuh. Mau jadi tanaman apa kelak, tergantung biji apa yang sedang ditanam itu. Jangan pernah merasa dikubur oleh keadaan, kita sejatinya 'biji' yang ditanam keadaan. 

Saya yakin, beberapa dari kita pada hari ini, yang yakin dirinya adalah sebutir biji, mungkin telah bertunas dan menjadi tanaman yang menunggu berbuah. Beberapa diantaranya mungkin, masih bertanya-tanya, tanaman apa sih, aku ini? 

1. Hargai Proses 

Dalam growth mindset, ada satu kalimat yang saya sukai, dan mungkin cukup sering saya ucapkan kepada diri sendiri : 

Honour the space between no longer and not yet. 

Percaya nggak temen-temen, kalau kita pasti akan selalu berada di fase dimana di antara diri kita yang saat ini dan diri kita yang kita harapkan, ada space kosong? 

Di space kosong itulah kita sedang berproses. 

Baru saja kita merasa jago digital marketing, eh, kok sudah ada hal baru lagi yang kita perlu pelajari. Metaverse lah, NFT lah, macem-macem. Itu contoh saja. 

Atau kita baru saja melepas karir di top level manajemen sebuah perusahaan multinasional dan kini sedang merintis jadi pengusaha. Kita sudah tidak menjadi A dan sedang akan menjadi B. 

Hargailah 'sedang' itu sebagai bagian dari proses pertumbuhan. 

Tidak semua yang dikubur, punya mental biji. Beberapa memilih menyalahkan keadaan. Karena menempatkan kesalahan pada faktor eksternal itu melegakan. Seolah kita nggak perlu melihat ke diri sendiri, dan lebih enak menyalahkan orang lain atau keadaan. 

Tidak semua juga percaya bahwa dirinya sebutir biji yang berharga. Ini yang menentukan kelak jika sudah tumbuh, apa yang akan ia peroleh dari proses biji terbenam dalam lumpur itu. 

2. Berani Melakukan Self-Evaluation

Growth mindset, adalah jenis pola pikir dimana kita percaya bahwa belum menjadi bukan berarti tidak akan menjadi. Belum bisa bukan berarti tidak bisa. 

Di poin ini, kita perlu belajar untuk menilai diri sendiri, kita ini udah sampai di titik mana sih, dan apa yang perlu kita tingkatkan lagi. 

Coba cek oret-oretan saya di bawah ini. Perlu kejujuran untuk menilai diri. Hingga kita tahu di titik mana kita harus belajar, kepada siapa harus belajar, apa yang harus dipelajari lagi. 

Asess Yourself
Coba cek apa yang sedang ditekuni saat ini, kalian masuk ke mana?


3. Fokus Dengan Hal Yang Bisa Kita Kontrol

Selanjutnya, kita bahas soal ketakutan akan masa depan yang juga jadi judul tulisan ini. 

Hasil polling Instagram

Ketakutan akan masa depan


Berdasarkan survei kecil-kecilan, sebagian besar ketakutan akan masa depan yang sempat di obrolan akan saya tampung di tulisan ini. Ini beberapa di antaranya : 

Saya bakal kerja kayak gini sampai kapan? 

Metaverse serem ya, tapi bakal ketinggalan nggak ya, kalau nggak terjun di dunia macam NFT, Crypto, dll itu? 

Mungkin, aku bakal sendirian selamanya. 

Bakal kuat bertahan di perusahaan ini sampai kapan, ya? 

Aku mau resign tapi takut nggak ada penghasilan habis ini? 

Usaha saya ini masih bayi banget, saya nggak tahu ke depannya bisa jamin hidup nggak? 

Dan banyak lagi. 

Oke, dari bahasan soal ketakutan itu, saya bisa tarik kesimpulan bahwa kadang ketakutan kita sendirilah yang menjadi 'limiting belief'. 

Situasi seperti yang disebutkan di atas itu tricky sebenernya, karena bagaimana pun tetap harus ada perasaan waspada dan takut akan masa depan dalam kadar tertentu. 

Untuk mengimbanginya agar nggak berdampak negatif, perlu juga latihan memiliki mental keberlimpahan. Mengimbanginya supaya nggak berhenti di rasa cemas saja, dan malah membatasi diri dengan ketakutan yang belum terjadi. 

Jujur, di bagian ini saya juga masih harus belajar bagaimana supaya punya mental keberlimpahan. Untuk bagian ini, saya memilih untuk belajar dari seorang mentor. 

Saya bocorin dikit ya, apa yang bisa dilakukan untuk mengalihkan ketakutan kita akan hal yang tidak pasti? 

Cara ampuh buat ngebantai rasa takut itu adalah dengan fokus kepada hal-hal yang bisa kita kontrol. Kemudian berserah sama Allah SWT untuk hal-hal yang bukan domain kita. 

Fokus Pada Hal-Hal Yang Bisa Kita Kontrol


Fokus dengan tujuan baik kita dan berserah sama yang Maha Mengatur. Selalu ingat afirmasi terbaik : tiada daya dan upaya kecuali karena pertolonganNya. 

4. Nggak FOMO (Fear of Missing Out

Kunci melatih growth mindset adalah dengan nggak FOMO. Alih-alih, coba belajar terapkan Joy of Missing out

Nggak semua perkembangan di luar sana perlu kita ikuti. Pilah dan pilih mana yang akan memberikan kebaikan, menambah manfaat, dan sesuai dengan tujuan utama kita. 

Untuk bisa nggak FOMO, harus kenal diri sendiri dulu, tahu apa yang benar-benar diinginkan baru bisa menjadi pribadi yang otentik. 

Ketakutan ketinggalan sesuatu itu, kalau diibaratkan packing dalam traveling adalah seperti memasukkan semua barang ke dalam koper, padahal di tujuan barang-barang itu nggak dibutuhkan. Kita masih sering punya mindset : siapa tahu butuh, siapa tahu perlu. 

Misalnya, bukan lagi musim dingin, tapi kita masukkan jaket tebal yang berat, mantel, dll. Alih-alih, perjalanan kita jadi terbebani oleh barang-barang bawaan yang nggak perlu. 

Joy of missing out mengajari kita untuk packing light, menyesuaikan dengan kebutuhan. Nggak ada barang yang sia-sia kita bawa, sehingga kita bisa berjalan lebih cepat sampai tujuan. 

5. Temukan Ultimate Goal. 

Ternyata, untuk bisa packing light, butuh punya dulu utimate goal. Pelajaran ini juga saya dapatkan waktu beberes rumah beberapa waktu lalu, dengan punya tujuan utama, minimalistic living, misalnya, jadi tahu semestinya barang apa yang diperlukan di rumah, dan apa yang nggak diperlukan. 

Kita membuang yang nggak diperlukan, menyimpan yang masih dibutuhkan. Jadi, temukan dulu ultimate goal dalam hidup kita ini apa? Dengan begitu, kita akan tahu apa yang perlu kita berikan fokus, apa yang harus kita bawa, apa yang harus kita pelajari, apa yang perlu disimpan, dst. 

Tidak semua dari kita tahu apa yang benar-benar diinginkan. Alih-alih, kita terbiasa meng-copy apa yang orang lain lakukan sebelum mencari tahu benarkah ini yang kita inginkan dan butuhkan?

Sumber ketidakkonsistenan adalah ketidaktahuan akan apa yang benar-benar berarti untuk kita. Kalau sudah punya ultimate goal dalam hidup, pasti akan lebih mudah menekuni suatu hal dengan telaten. 

Soal konsistensi ini, nanti kita bahas dalam tulisan terpisah ya. 

Semoga kita sama-sama bisa menerapkan growth mindset ini sepanjang tahun, percaya bahwa kita adalah biji yang punya potensi bertunas, tumbuh, berbunga, dan berbuah. 

1 comment:

  1. Mungkin karena sempat "gagal", kepercayaan diriku jadi turun mbak. Alih2 introspeksi dan memperbaiki diri, yg ada aku kayak mikir, apa jgn2 aq memang ga kompeten di bidang tsb. Apa aku memang ga cocok di bidang tsb. Itu termasuk fixed mind set juga ya berarti?

    ReplyDelete

Powered by Blogger.