Ulas Buku : Long Distance Love

Ulas Buku : Long Distance Love
Review Buku

Judul : Long Distance Love
Oleh :Imazahra, dkk.Penerbit : PT. Lingkar Pena Kreativa Jakarta cetakan Pertama, Maret 2009




Kesan pertama yang seringkali menarik perhatian seseorang untuk membaca sebuah buku bisa jadi sama seperti apa yang biasanya membuat seseorang jatuh cinta pada pandangan pertama. Dan itu adalah penampakan luarnya.

Suasana membiru lautan dan langit, seorang lelaki yang berdiri di ujung dermaga seolah menatap ke seberang lautan dan ke balik deretan pegunungan, serta langkahnya yang seolah terhenti, membuat penampilan muka Long Distance Love mampu memetik dawai hati. Apalagi ketika membaca penggalan kalimat : Mozaik Kehidupan Seperti Apa yang Kau Jalani Sekarang, Saat Aku Tak di Sisimu, Sayang?

Pada mulanya orang akan mengira buku ini sebagai sebuah kisah keterpisahan. Pada beberapa orang, gagasan akan kisah ini memantik benak, seolah dengan membacanya, wacana yang masih mengambang pada dirinya bisa dipertegas. Bukankah salah satu ketakutan manusia adalah pada keterpisahan? Dan rasa takut adalah salah satu alasan mengapa seorang manusia mencari pengetahuan.

Kemudian kita mulai membacanya, lalu menyadari ini adalah kumpulan kisah nyata dari pasangan yang hidup terpisah kota, pulau, bahkan benua dan lautan. Adakah kepingan kisah ini mampu menyentuh relung terdalam hati kita? Jawabannya ada pada saat membuka lembar demi lembar pertama buku ini. Terus terang, tidak ada alasan untuk tidak menitikkan air mata saat membaca kisah Tahun-tahun Mengeja Jarak, kisah dari penggagas buku ini.

Pembaca mungkin tidak hanya akan menitikkan air mata lantaran bersimpati pada kisah pasangan yang hidup terpisah ini namun juga pada indahnya jalinan cinta antara dua sejoli juga Sang Pencipta. Tersadarlah bahwa buku ini tidak hanya merekam jejak kisah keterpisahan tetapi juga tentang semangat hidup dan kasih sayang antar manusia.

Kepingan berikutnya terdiri dari kisah Para Sahabat yang mengalami Long Distance Love. Awalnya terbersit dugaan bahwa setiap cerita akan menyajikan irama yang sama. Nyatanya, sungguh di luar dugaan, buku ini bercerita dalam irama dan nada yang berbeda-beda. Sehingga bukan saja air mata yang merintik turun namun juga derai tawa dan kehangatan.

Meskipun setiap kisahnya memiliki benang merah yang sama, bahwa kecintaan kita terhadap manusia tidak boleh melebihi kecintaan kita pada Sang Pencipta, namun masing-masing kisah memiliki kepribadiannya sendiri-sendiri. Dan begitulah seharusnya kumpulan kisah nyata ditulis, memperlihatkan keragaman bukan keseragaman. Ini juga yang membuat buku ini menjadi kaya dan pantas dijadikan salah satu sumber wacana bagi kehidupan berumah tangga.

Bukan sekedar kisah yang dituturkan, buku ini juga memberikan kita solusi mengenai bagaimana mengatasi hubungan cinta jarak jauh. Meskipun tip-tip yang disajikan terdengar umum, namun menjadi istimewa karena sebelumnya kita sudah membaca kisah-kisah nyata yang secara tidak langsung menceritakan bagaimana penerapan dari tips dan trik tersebut. Jadi bab terakhir hanya sekedar merangkumkan untuk pembaca sehingga lebih mudah untuk menerapkannya.

Sama halnya dengan pasangan yang bersanding dengan kita yang pastinya tidak sepenuhnya sempurna, dalam buku ini juga terdapat beberapa hal yang sedikit membuat tidak nyaman. Yang paling kentara adalah adanya duplikasi halaman di bagian awal buku sehingga pembaca harus memberi perhatian ekstra untuk mencari lanjutan dari kisah yang sedang dibacanya. Entah apakah duplikasi ini terjadi pada setiap buku atau memang hanya buku yang saya beli.

Secara keseluruhan, jika diibaratkan dengan wanita, buku ini bukan tipe buku habis-dibaca-lalu-dipajang, ini adalah sebuah buku yang selalu mengajak ‘pasangannya’ untuk berdiskusi setiap saat, menimang dan menimbang pendapatnya setiap saat diperlukan, dan mendengarkannya di mana saja, sepanjang kebersamaan hidupnya.

Komentar Untuk : Catatan Cinta Sebuah ‘Setrika’. Oleh : Revina Octavianita.
Apa yang paling membekas di ingatan saya ketika membaca kisah yang dituturkan suami Ibu Mabes kepada Revina Octavianita ini adalah kalimat ini : Kami pun menjalani pernikahan jarak jauh yang bagi saya ibarat menjalankan fungsi sebuah setrika, mesti bolak-balik dari ujung baju ke ujung lainnya supaya licin dan rapi.

Analogi ini menurut saya paling mengena di hati, karena sebelumnya kita mengenal kalimat ini : Istri adalah pakaian bagi suami dan suami adalah pakaian bagi istri.

Penulis kemudian mengemas kalimat di atas dengan bahasa yang lebih populer, bernada humoris dan berupa kalimat yang terdiri dari kata kerja (menjalani pernikahan, menjalankan fungsi sebuah setrika, mesti bolak-balik). Seolah itu ditegaskan penulis bahwa kehidupan, juga cinta adalah kata benda dan untuk menjadikannya ‘ada’ dibutuhkan kata kerja (contoh : menjalani kehidupan, atau diberi imbuhan dan akhiran : men-cinta-i ) agar mewujud sempurna.
Rasanya benar juga kata penulis, jika suami atau istri diibaratkan dengan setrika dalam sebuah keluarga. Menghilangkan kerut di sana-sini dan membuat keluarga terlihat ‘rapi’ dan nyaman dikenakan. Jika itu terjadi barulah kemudian istri bisa menjadi pakaian bagi suami dan sebaliknya, serta suami-istri bisa menjadi pakaian untuk anak-anaknya.

Kisah Catatan Cinta Sebuah ‘Setrika’ dalam buku ini kembali mengingatkan bahwa di dalam hidup berumah tangga, kita juga harus menyisipkan unsur komedi agar hidup lebih menyenangkan. Maka istilah ‘Ibu Mabes’ yang dilekatkan pada sang istri digunakan tanpa beban apa-apa. Seolah memang begitulah adanya pasangan ini. Memiliki toleransi yang baik terhadap perannya masing-masing. Ketaatan dan komitmen suami pada istri dan keluarga juga digambarkan dengan nada yang ringan.

Kisah ini mengalir dan memberi aura positif, membuat pembaca melihat dari sudut berbeda dan menjadi bersemangat. Seolah hati jadi berteriak: Jika keluarga ini saja bisa kenapa saya tidak!. Pembaca bisa merasakan bahwa tidak selamanya hidup berumah tangga harus dijalani dengan penuh drama, bahkan bisa saja yang ‘dimainkan’ adalah kisah petualangan atau komedi yang menyenangkan. Masalah disikapi sebagai bagian dari kehidupan, bukan sesuatu untuk dilipatgandakan, melainkan untuk disiasati. Dan keterpisahan hanyalah ujung lain dari sebuah kehidupan yang dapat diseimbangkan lagi dengan pertemuan.


Diposting untuk mengikuti lomba : Gift Cantik Dari Korea Untuk Para Reviewer ‘Long Distance Love’

1 comment:

  1. makasih ya, Nia.
    seneng deh saat mengetahui bahwa orang yang gila buku macam Nia ini ikut berpartisipasi di 'kontes ng-review'ku. :))
    thanks juga buat sentilan seterika-nya.
    sukses terus, say.
    sampe ketemu di MP. :p

    -Vina

    ReplyDelete

Powered by Blogger.